Kasus yang tengah membelit Indosat-IM2 yang menyeret mantan Dirut IM2 Indar Atmanto ke LP Sukamiskin, Bandung untuk menjalani hukuman selama delapan tahun selain menarik simpati penggiat TIK Indonesia, ternyata juga menarik perhatian media internasional, salah satunya International New York Times (NYT).
"Kasus ini sudah terjadi sejak satu setengah tahun yang lalu dan bukan saja masalah kepastian hukum, tapi menyangkut keamanan investasi sehingga layak menjadi sorotan dunia internasional," ungkap Direktur Eksekutif Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel), Eddy Thoyib dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (15/2).
Menurutnya, dengan pemberitaan di media sekaliber NYT, harusnya ini dijadikan momentum pemerintah menunjukkan posisi Indonesia di area yang aman untuk investor. Jangan malah membuat Indonesia gigit jari karena investor ketakutan.
"Jangan selalu berdalih, eksekutif tak bisa menyampuri urusan yudikatif dan bersembunyi di balik kata-kata semua itu di ranah hukum," ujar Eddy.
Pasalnya, bukti-bukti yang ada sudah jelas dan gamblang menunjuk kerjasama Indosat - IM2 sesuai regulasi. Regulator atau Kementerian Kominfo sendiri sudah menegaskannya. Bukti tersebut membantah semua tuduhan-tuduhan jaksa soal penyalahgunaan frekuensi.
"Saat ini masih ada celah hukum. Momentumnya ada di PK, pemerintah perlu mengawal agar hasilnya baik," tegasnya.
Sebelumnya, dalam headline halaman pertama 12 februari edisi US dan 13 februari edisi asia lalu, surat kabar terkemuka asal Amerika Serikat ini menayangkan artikel tentang Perlawanan Korupsi di Indonesia yang menyeret orang yang seharusnya tidak bersalah ke balik jeruji penjara (Indonesia’s Graft Fight Strikes Fear Even Among the Honest).
Artikel yang dikutip dari NYT menyebut ada tiga orang yang tidak bersalah, namun mereka harus mendekam di LP Sukamiskin. Ketiganya adalah Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2. Lalu Hotasi Nababan, mantan Presiden Direktur Merpati Nusantara Airlines, dan terakhir, Bachtiar Abdul Fatah, mantan manajer proyek untuk Chevron Pacific Indonesia. Indar harus menjalani hukuman delapan tahun, sedangkan Pak Hotasi dan Pak Bachtiar masing-masing melayani empat tahun.
Menurut NYT, penanganan kasus yang melibatkan tiga orang yang seharusnya tidak bersalah itu telah memicu kemarahan sejumlah kalangan. Selain dari dalam negeri, kemarahan yang disampaikan oleh organisasi internasional hak asasi manusia. Sedangkan para pebisnis internasional mempertanyakan jaminan keamanan di Indonesia ketika mereka hendak menanamkan investasi dan menjalankan bisnisnya.
Bahkan, tidak kurang Presiden Amerika Serikat Barack Obama menaruh perhatian atas kasus ini yang dilukiskan NYT sebagai ‘an outsider willing to clean house’.
[dem]