Berita

saleh daulay/net

Saleh Daulay: Tidak Boleh Ada Perubahan Anggaran Tanpa Sepengetahuan DPR

JUMAT, 13 FEBRUARI 2015 | 13:57 WIB | LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI

. Komisi VIII DPR RI menyampaikan nota protes dan keberatan kepada pemerintah dalam sidang paripurna DPR RI (Jumat, 13/2) terkait pengesahan RAPBN P 2015.

Nota keberatan yang diambil berdasarkan hasil rapat Komisi VIII DPR RI tadi malam tersebut terkait dengan pengurangan alokasi anggaran tambahan pada Kementerian Sosial. Sebelumnya, Kementerian Sosial melaporkan bahwa terdapat penambahan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Penambahan tersebut didasarkan atas surat Kementerian keuangan yang disampaikan kepada Kementerian Sosial. Namun, setelah rapat Badan Anggaran bersama pemerintah, diketahui terdapat pengurangan sebesar Rp 10,7 triliun dari alokasi anggaran tambahan yang sebelumnya dilaporkan kepada Banggar dan Komisi VIII.


Setelah dilakukan klarifikasi kepada Banggar DPR RI, diperoleh informasi bahwa sampai rapat ditutup tidak ada pengurangan terhadap anggaran program KKS tersebut.

"Kalau ada pengurangan atau penambahan, semestinya diketahui oleh Komisi dan kementerian terkait dan juga banggar. Tidak boleh ada perubahan tanpa sepengetahuan DPR. Negara ini ditata dengan sejumlah aturan perundang-undangan," kata Ketua Komisi VIII DPR,  Saleh Partaonan Daulay, dalam keterangan kepada redaksi beberapa saat lalu (Jumat, 13/2).

Menurut Saleh, Komisi VIII merasa penting menyampaikan nota keberatan tersebut karena terkait hak-hak fakir miskin, orang-orang terlantar, dan kurang beruntung. Padahal, konstitusi menyebut bahwa negara harus melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Hal itu juga sejalan  dengan amanat pasal 34 UUD 1945 yang secara eksplisit menyatakan bahwa fakir miskin dan orang terlantar dipelihara oleh negara.

"Yang perlu dijelaskan oleh pemerintah adalah kemana anggaran fakir miskin tersebut dialokasikan? Mengapa yang sebelumnya diprogramkan, tiba-tiba dalam sekejap bisa dikurangi?" tanya Saleh.

Saleh menilai kejadian ini menunjukkan bahwa tidak ada koordinasi  yang baik antara kementerian dan lembaga di pemerintahan. Begitu juga, komunikasi dengan lembaga legislatif belum berjalan maksimal.

"Pemerintah menginginkan RAPBN P segera disahkan. Tetapi kalau dengan cara seperti ini, justru bisa memperlambat. Apalagi dari rapat paripurna diketahui bahwa kasus yang sama juga terjadi di komisi-komisi yang lain," demikian Saleh. [ysa]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya