Kuasa hukum calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan (BG), Maqdir Ismail, bersikeras bahwa penetapan tersangka atas kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat diguggat di praperadilan.
Ditegaskannya, permohonan yang dapat diajukan di praperadilan tidak hanya persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan sesuai dengan pasal 77 KUHAP.
Menurut Maqdir, tindakan lain tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 95 KUHAP ayat 1 dan ayat 2. Dengan kata lain pasal 95 ayat 1 dan 2 pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka mejalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang.
"Karena itu, tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek permohonan praperadilan," ujar Maqdir saat sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/2).
Untuk diketahui, pasal 95 ayat 1 menyebutkan tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum ditetapkan.
Kemudian pasal 2 menyebutkan, tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dalam pasal 77.
Karena itu, menurut Maqdir tindakan lain yang dimaksud adalah menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik maupun penuntut umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Penetapan seseorang sebagai tersangka, khususnya dalam perara tindak pidana korupsi, lebih khusus lagi yang prodesnya dijalankan oleh KPK (termohon) akan menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang," beber Maqdir.
Selain itu, Maqdir menilai dengan ditetapkannya seseorang menjadi tersangka tanpa melalui prosedur hukum yang benar sesuai KUHAP, maka kebebasan seseorang telah dirampas.
"Tindakan yang dilakukan oleh termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka adalah cacat yuridis. Tindakan termohon tersebut mash diikuti tindakan lain berupa pencekalan. Akibat tindakan hukum yang dilakukan oleh termohon secara sewenang-wenang kepada pemohon telah mengakibatkan kerugian baik moril maupun materiil," demikian Maqdir.
[ald]