Siapa bilang teroris tidak punya rasa takut. Jelas teroris punya rasa takut.
Barangkali yang tidak banyak diketahui adalah, menurut artikel yang ditulis Michael Soussan dan Elizabeth Weingarten, dalam artikel di CNN akhir tahun lalu, teroris paling takut dengan kesetaraan gender dan wanita yang terdidik.
Soussan adalah mantan pekerja kemanusiaan PBB di Irak dan asisten profesor di New York University. Sementara Weingarten adalah editor New American dan direktur Global Gender PArtity Initiative.
Keduanya mengatakan, kesetaraan gender sebagai mimpin buruk nomor satu kelompok teroris.
Logika yang mendasari pendapat kedua tokoh wanita ini cukup sederhana: wanita yang berdaya tidak akan pernah bisa menerima kebrutalan teroris.
Wanita terdidik akan akan menantang struktur kekuasaan seperti yang dimiliki kelompok ISIS. Itulah sebabnya, kelompok teroris hanya bisa berdampingan dengan wanita dan perempuan yang mudah mereka tindas dan perbudak.
Artikel itu juga mengutip pendapat Sanam Naraghi-Anderlini, salah seorang pendiri International Civil Society Action Network. Menurut Naraghi-Anderlini, menyerang kelompok wanita agar mereka tetap berada di bawah dominasi pria adalah target utama kelompok teroris.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa strategi melumpuhkan teroris hanya bisa berhasil bila mengikutsertakan upaya mencerdaskan kaum wanita dan menjadikan upaya itu sebagai strategi terdepan dan bagian dari perencanaan.
Upaya ini tidak sekadar menggelontorkan uang untuk pendidikan. Melainkan membutuhkan perubahan paradigma secara fundamental di kalangan pengambil kebijakan di negara-negara demokrasi yang ingin memerangi terorisme.
[dem]