Publik dibuat gembira dengan tindakan KPK yang mulai mengusut kasus megaskandal BLBI. Namun, publik juga dibuat gemas dengan tindakan "centil" KPK yang hanya berani memeriksa mantan pejabat selevel menteri. Tindakan KPK ini bisa dianggap hanya mengulur-ulur waktu.
"Apalagi terdengar kabar, Polri dan Kejaksaan Agung juga akan menarik para penyidiknya di KPK untuk digantikan dengan yang baru. Khawatirnya, ini akan semakin menghambat proses penyelidikan karena penyidik baru akan belajar dari awal lagi," ujar Sekjen Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya'roni kepada Kantor Berita Politik sesaat lalu.
Hingga kini, setidaknya sudah 6 mantan pejabat yang diperiksa oleh KPK yaitu Laksamana Sukardi (Menteri BUMN 2001-2004), I Putu Gede Ary Suta (Mantan Kepala BPPN), Dorojatun Kuntjoro Jakti (Menko Perekonomian 2001-2004), Rizal Ramli (Menko Perekonomian 2000-2001), Bambang Subiyanto (Menkeu 1998-1999) dan Kwik Kian Gie (Kepala Bappenas 2001-2004).
Padahal beberapa bulan lalu, Ketua KPK Abraham Samad sudah berjanji, setelah lebaran akan meminta keterangan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun hinggi kini janji tersebut hanya isapan jempol belaka.
Kalau KPK bermaksud menjadikan SKL sebagai pintu masuk untuk membongkar BLBI, kata Sya'roni, maka yang harus diperiksa utama adalah pemberi dan penerima SKL. Pemberi SKL adalah Kepala BPPN atas dasar Inpres No 8 Tahun 2002, maka yang harus diperiksa adalah mantan Presiden dan mantan Kepala BPPN. Dan penerima SKL adalah para perompak BLBI, maka yang harus diperiksa adalah Anthony Salim, Sjamsul Nursalim, dan lain-lain.
Akibat SKL inilah para perompak BLBI hingga kini tidak bisa dijerat hukum. Padahal uang negara yang sudah digasak mencapai Rp 144,5 trilyun. Seperti Anthony Salim mendapat BLBI Rp 52,7 trilyun, namun baru membayar Rp 19,3 trilyun, masih kurang Rp 33,3 trilyun. Sjamsul Nursalim mendapat BLBI Rp 28,4 trilyun, baru membayar Rp 4,9 trilyun, masih kurang 23,4 trilyun. Dan sederet perompak BLBI lainnya yang juga masih kurang bayar.
"Semestinya SKL dan Inpres 8/2002 batal demi hukum karena sejak kelahirannya sudah melanggar hukum yaitu melabrak UUD 1945 Pasal 1 Ayat 1, TAP MPR No.IX/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, dan UU No.31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 4," papar Sya'roni lagi.
Oleh karenanya dia mendesak Ketua KPK Abraham Samad untuk bergerak cepat meminta keterangan mantan Presiden Megawati. Samad harus memanfaatkan momentum "Boxing Day" untuk membuat gebrakan besar sebelum menutup tahun 2014.
KPK juga didesak untuk segera menangkap para penerima SKL, karena dasar hukum SKL bertentangan dengan aturan hukum di atasnya. Apalagi sebagian besar penerima SKL ternyata tidak melunasi BLBI yang diterimanya.
"Kami juga mendesak kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk tidak menarik para penyidiknya yang masih menangani kasus megaskandal BLBI. Kami khawatir, penarikan para penyidik ini akan menghambat pengusutan kasus BLBI yang mulai terlihat titik terangnya," tukasnya.
[dem]