Rendahnya nilai tukar petani (NTP) berakibat pada tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan atau industri. Nasib petani kian buruk karena ketersediaan dan distribusi sarana produksi pertanian tidak memenuhi asas enam tepat yakni tepat jenis, jumlah, waktu, tempat, mutu dan tepat harga.
"Kondisi ini jelas akan mempersulit upaya mewujudkan swasembada pangan dalam waktu tiga tahun kedepan sebagaimana tantangan Presiden Jokowi kepada Menteri Pertanian," ujar Ketua BPD Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Jawa Timur, Nasihan dalam keterangan kepada Kantor Berita Politik (Kamis, 26/12).
Dikatakan, sudah menjadi rahasia umum bahwa petani Indonesia sebagian besar masuk dalam kategori masyarakat miskin. Meskipun subsidi pertanian pada APBNP 2015 sebesar Rp 30 triliun namun dapat dipastikan tidak akan berdampak bagi kehidupan petani yang lebih baik. Para petani kita akan selalu menghadapi kesulitan mendapatkan produk-produk bersubsidi. Kalaupun ada, petani harus mengeluarkan kocek tinggi untuk mendapatkannya.
Sebagai langkah awal mewujudkan swasembada pangan, Nasihan mendesak Presiden Jokowi agar segera menerbitkan Kartu Petani Penerima Subsidi (KPPS). Kartu ini merupakan kartu sakti keempat setelah sebelumnya diterbitkan
Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Kartu ini akan memberi kepastian alokasi subsidi bagi tiap petani yang berhak menerimanya, menghilangkan terjadinya penyimpangan penjualan pupuk dan benih bersubsidi, mendorong petani untuk menabung di bank dan mengurangi beban administrasi pelaporan penyaluran pupuk dan benih bersubsidi," tukasnya.
[dem]