Berita

Hukum

Hotman Paris: Keterangan Anak Tak Bisa Dijadikan Bukti

RABU, 24 DESEMBER 2014 | 16:34 WIB | LAPORAN:

Dua saksi korban dalam kasus dugaan kekerasan oleh tenaga pengajar Jakarta International School (JIS) memberikan keterangan yang tak lazim.

Salah satu anak, Alex (AL) mengaku dirinya senang bermain bersama teman-temannya di sekolah. Si anak juga mengungkapkan bahwa ibunya ikut mengajar di kelasnya dan sering berada di sekolah. Si anak tiap hari diantar dan dijemput oleh ibu, Nanny (suster) atau ayahnya.

"Jadi mustahil jika diantar jemput oleh ayah dan ibunya tiap hari, mereka tidak mengetahui ada sodomi terhadap si anak," tegas Hotman Paris selaku kuasa hukum Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong, dua guru JIS yang dijadikan terdakwa kasus ini dalam keterangannya, Rabu (24/12).


Dari keterangan tersebut, Hotman menggarisbawahi dua hal. Pertama bahwa kasus sodomi tidak pernah terjadi. Kedua, tuduhan ini hanya sebuah cerita yang direkayasa.

"Keterangan anak tidak bisa dijadikan alat bukti berdasarkan KUHAP. Apalagi pada saat menjawab pertanyaan dari jaksa, dipersidangan anak banyak mengatakan lupa, tidak tahu, dan tidak ingat," terang dia.

Hotman juga mengungkapkan, bahwa si anak (AL) ketika diperiksa kepolisian dalam kasus salah satu petugas kebersihan yang juga disaksikan si Ibu menyampaikan bahwa dia tidak pernah mengalami kekerasan seksual.

"Cerita guru ini muncul belakangan. Sejak awal kasus kekerasan seksual ini muncul di bulan Maret, tidak pernah ada penyebutan guru-guru dalam cerita-cerita tentang tuduhan kejahatan seksual," jelas Hotman.

Tambah dia, baru ketika mediasi antara ibu pelapor pertama (TPW) dan JIS menemukan jalan buntu, kasus guru muncul dengan cerita tuduhan fantastis. "Dengan menyeret guru, ibu pertama menaikkan gugatannya hingga hampir Rp 1,5 triliun. Fakta-fakta seperti ini harus bisa diungkap pengadilan untuk tahu apa motif sebenarnya dari kasus ini," tegas Hotman.

Sebagai gambaran, di bulan April, melalui pernyataan yg dikutip media, OC Kaligis dan Kepala KPAI mengatakan bahwa orang yang dicurigai melakukan kejahatan asusila adalah orang berambut panjang, pirang, dan dikuncir kuda, bermata biru dengan badan atletis.

Sementara ciri-ciri  ini sangat bertentangan dengan dua orang guru yang ditahan dan dijadikan terdakwa saat ini. Neil botak, sedangkan Ferdi berambut pendek. Keduanya tidak ada yang bermata biru.

Menurut Hotman,  si anak dari pernyataan awalnya ketika BAP, sudah mengatakan ia tidak mengalami kekerasan seksual. Menjadi pertanyaan bagi kami, ketika cerita anak ini berubah belakangan, dan tempat tuduhan kejadiannya terus berubah-berubah.

Selain kesaksian anak yang tegas menyatakan tak ada sodomi dan kekerasan seksual lain, kasus ini menjadi aneh lantaran jaksa tak menyebut waktu dan tempat kejadian di surat dakwaan.

Dalam dakwaan disebutkan, kasus yang melibatkan kedua guru tersebut "terjadi pada waktu yang tidak dapat diingat lagi dengan pasti antara bulan Januari 2013 sampai bulan Maret 2014 bertempat......(tidak jelas)".

Artinya, dakwaan pidana oleh JPU tidak menyebutkan kapan peristiwa ini terjadi, dimana dan dengan bukti-bukti apa. Dakwaan tersebut  tidak memenuhi ketentuan KUHAP, khususnya Pasal 143 ayat (2) huruf B yang mengharuskan disebutkan uraian yang jelas dan cermat atas waktu terjadinya pidana.

"Setelah kita diperlihatkan banyak keanehan dan akrobat hukum dalam kasus pekerja kebersihan, kini kita harus menjalani sebuah kasus dimana jaksanya sendiri tak tahu pasti lokasi dan waktu kejadiannya. Semoga keadilan dan kebenaran masih bisa terungkap dalam kasus Neil dan Ferdi ini," tandas Hotman.[wid]


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya