Pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, pencitraan yang menyesatkan.
Begitu disampaikan Koordinator Aktivis 77/78, Syafril Sjofyan, dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik (Kamis, 18/12). JK mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hanya turun 4%, tidak lebih buruk dari nilai tukar ringgit Malaysia sebesar 6%. Bahkan, kata JK, penurunan nilai tukar rupiah tak lebih buruk dibandingkan yen Jepang.
"JK harusnya menyampaikan juga bahwa ekspor manufaktur Indonesia hanya 18%, beda jauh dengan Malaysia yang ekspor industrinya 45%. Itupun ekspor Indonesia semu," katanya.
"Eksport otomotif kita hampir 70% contentnya impor. Demikian juga Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), kapas sebagai contentnya 100% impor. Dyestuff, chemicals and aux untuk proses tekstil content impornya 90%, termasuk mesin-mesin produksinya import 100%," sambung dia.
Seharunya JK juga menyampaikan bahwa nilai ekspor naik tapi Devisa Hasil Ekspor (DHE) Indonesia di parkir di luar negeri. Artinya, menurut Syafril yang pernah ditahan pada saat rezim Soeharto, kenaikan ekspor tersebut bohong belaka karena Indonesia belum punya UU seperti China yang memaksa dana masuk gampang, sementara dana keluar sulit.
"Akibat anjloknya nilai tukar mata uang tidak sama terhadap penguatan dolar atau pelemahan mata uang masing-masing negara. Bagi Indonesia yang hutangnya besar dalam dolar, tentu sangat merugikan. Hutang Indonesia akan membengkak dari yang sekarang sekitar Rp 3500 triliun menjadi Rp 4000 triliun atau bahkan Rp 5000 triliun," tukas Koordinator Forum Komunikasi Alumni Perguruan Tinggi Indonesia (Forkapti) Jawa Barat ini.
[dem]