Di luar dugaan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima penobatan dirinya menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) periode 2014-2019 dalam Munas PMI XX di Jakarta. Sikap JK menuai kritik lantaran berbalik dengan komitmen Presiden Jokowi bahwa Kabinet Kerja tidak boleh rangkap jabatan.
"JK harus menentukan sikap, jika ingin menjadi Ketua Umum PMI maka harus melepas jabatan Wapres. Atau sebaliknya, jika ingin tetap menjadi Wapres maka harus melepas jabatan Ketua Umum PMI," ujar kata Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Sekjend HUMANIKA), Sya'roni, dalam perbincangan dengan Kantor Berita Politik sesaat lalu (Kamis, 18/12).
Sikap tegas Jokowi sudah ditunjukkan dengan tidak memasukkan sejumlah nama Ketua Umum Parpol pendukungnya dalam Kabinet Kerja. Dan, bahkan Jokowi meminta menteri-menteri dari parpol untuk melepas jabatannya di parpol. Alasan Jokowi menolak rangkap jabatan adalah agar para menteri fokus bekerja. Bila ada rangkap jabatan dipastikan tidak akan maksimal dalam bekerja.
Oleh karena itu, menurut Sya'roni, keputusan Jusuf Kalla menerima jabatan Ketua Umum PMI, bisa dianggap pembangkangan terhadap komitmen presiden Jokowi.
"Apapun alasannya, sikap JK tidak bisa diterima. Ketua Umum PMI bukanlah jabatan yang ringan, yang bisa dijadikan sampingan. Jabatan Ketum PMI dan Wakil Presiden sama-sama memiliki tanggung jawab yang berat. Oleh karena itu tidak boleh di rangkap oleh satu orang," papar dia.
Jika tindakan JK dibiarkan, lebih lanjut dikatakan dia, bisa menjadi preseden di masa-masa mendatang. Para menteri bisa menirunya dengan merangkap jabatan di tempat lain. Misalnya Menpora bisa menjabat Ketua Umum PSSI, atau Menteri BUMN bisa menjadi Direksi di BUMN.
"Jika JK tetap pada pendiriannya untuk rangkap jabatan, maka perlu kiranya, Presiden Jokowi untuk menegur JK, bahkan jika perlu JK tidak diundang ke rapat kabinet selama masih rangkap jabatan," tukasnya.
[dem]