Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat nelayan tradisional kesulitan melaut. Dengan sangat terpaksa, dikarenakan tidak mampu membeli BBM untuk bahan bakar melaut, para nelayan tradisional hendak beralih ke gas 3 kilogram sebagai bahan bakar.
"Ketersediaan gas 3 kilogram memang masih memadai di tingkatan nelayan tradisional. Tapi persoalannya sulit memperoleh konverter gas ini agar bisa dipergunakan. Harga konverter sangat tinggi, jutaan rupiah per satuannya," ujar Wakil Ketua Komite Tetap Maritim dan Pesisir Bidang Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Siswaryudi Heru, kepada Kantor Berita Politik (Senin, 15/12).
Dijelaskan Siswaryudi Heru, nelayan tradisional kini membutuhkan pemerintah memberikan subsidi pengadaan konverter gas tersebut agar terjangkau dan bisa dipergunakan dalam kegiatan melaut.
"Perlu perhatian dan subsidi pemerintah dalam ketersediaan converter. Selain itu, pemerintah tentu harus menjamin agar tidak berkeliaran spekulan-spekulan gas 3 kilogram di nelayan kecil. Ketersediaan gas 3 kilogram dan konverternya bisa menjadi alternative bahan bakar bagi nelayan," jelas Siswaryudi.
Ketua DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bidang Energi dan Sarana Prasarana Perikanan itu menyampaikan untuk basis nelayan tradisional di Lampung yang berjumlah sekitar 900-an ribu nelayan dan untuk Jawa Timur sebanyak 1 juta 500-an nelayan tradisional sangat membutuhkan konverter gas tersebut.
"Belum lagi di daerah-daerah lainnya para nelayan tradisional kita membutuhkan konverter dan jaminan ketersediaan gas 3 kilogram agar bisa melanjutkan kehidupannya melaut," ujar dia.
Dibandingkan mempergunakan BBM solar untuk kebutuhan melaut, diakui Siswaryudi Heru, mempergunakan gas 3 kilogram sebagai bahan bakar oleh nelayan tradisional relatif murah dan terjangkau. Sebab, dengan mempergunakan gas 3 kilogram, nelayan bisa mempergunakannya untuk melaut selama 2 hari. Sementara, harga satuan konverter gas di pasaran masih mencapai Rp 4 juta hingga Rp 7 jutaan. Tentu, menurut Siswaryudi, hal itu sangat memberatkan nelayan tradisional.
"Melalui Kadin dan HNSI, kami sudah sampaikan ke pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan juga kami berharap pihak Pertamina dan Pertagas juga Pemerintah berkenan memberikan subsidi konverter gas itu kepada nelayan tradisional," ujar dia.
Sebagaimana masyarakat yang baru beralih ke penggunaan gas, lanjut Siswaryudi, nelayan tradisional pun sangat membutuhkan sosialisasi dan penyuluhan penggunaan gas 3 kilogram sebagai bahan bakar alternatif nelayan dalam melaut. Sosialisasi sangat perlu untuk menghindari penggunaan yang salah, atau malah menimbulkan kecelakaan berupa ledakan.
"Jadi, nelayan tradisional pun sangat membutuhkan sosialisasi akan penggunaan gas 3 kilogram itu sebagai bahan bakar kapal motor untuk melaut," pungkasnya.
[dem]