. Penyelidikan kasus dugaan pemberian surat keterangan lunas (SKL) kepada sejumlah obligor (penghutang) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berjalan.
Untuk hari ini (Rabu, 10/12), tim penyelidik memintai keterangan dari mantan Menteri BUMN, Laksamana Sukardi. Adapun Laksama tiba sekitar pukul 10.20 WIB tadi dan saat ini telah berada di dalam Kantor KPK Jakarta guna dikorek keterangannya.
Tak ada komentar yang dilontarkannya terkait pemanggilannya kali ini. Sebelumnya, Laksama sudah pernah dimintai keterangan dalam penyelidikan perkara yang sama pada 11 Juni 2013 lalu.
"Yang bersangkutan dimintai keterangan dalam proses penyelidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi.
Keterangan Laksamana dibutuhkan penyelidik lantaran merupakan salah satu orang yang memberikan masukan kepada mantan Presiden Megawati Soekarno Putri untuk penerbitan SKL. Dalam mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002, selain mendapat masukan dari Laksamana selaku Menteri BUMN, Megawati juga mendapatkan masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono dan mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjarajakti.
Dalam menyelidiki kasus ini, KPK sudah pernah memeriksa mantan Menteri Perekonomian era Presiden Adurahman Wahid, Rizal Ramli, mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjarajakti. SKL BLBI dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berdasarkan Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10.
Dalam kasus BLBI, surat keterangan lunas tersebut menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan/SP3) terhadap sejumlah pengutang. Salah satunya adalah pengusaha Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia, yang dihentikan penyidikannya pada Juli 2004.
Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas lainnya, seperti The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus "release and discharge" dari pemerintah
Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
KPK sendiri melakukan penelusuran dalam kasus BLBI ini sejak masih di bawah pimpinan Antasari Azhar. Rupanya KPK terus melakukan penelusuran hingga saat ini dengan melakukan pemeriksaan terhadap Kwik Kian Gie dan menduga adanya tindak pidana korupsi dalam pengeluaran SKL BLBI tersebut.
[rus]