. Organisasi masyarakat Save NTT curhat kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terkait kinerja Kepolisian di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Indonesia Timur lainnya, Rabu (5/11).
Pendiri dan Ketua Umum Save NTT, Bonifasius Gunung mengatakan banyak kasus di NTT yang tidak tuntas, meskipun kapoldanya sudah enam kali diganti melalui pintu promosi. Akan tetapi pelayanan keadilan untuk rakyat jauh dari harapan dan ukuran standar kepatutan.
"Sebagai contoh kasus pembunuhan dalam tahanan hingga mati atas nama Paulus Usnaat di tahanan Polsek Nunpoene, Kabupaten Timor Tengah Utara NTT bulan Desember 2008 hingga saat ini pelakunya tidak kunjung diproses meskipun polisi sudah mengetahui identitasnya," ujar Bonifasius.
Pendiri Save NTT lainnnya Petrus Selestinus menambahkan, dengan kasus pembunuhan Brigpol Obaja Nakmofa tahun 2011, kasus kebakaran kantor Gubernur NTT, kasus pembunuhan Laurensius Wadu dan sejumlah kasus tambang yang penyidikannya jalan di tempat. Kondisi ini bukan saja terjadi di tingkat Polda akan tetapi juga di tingkat Polres di hampir seluruh kawasan timur Indonesia.
"Ini menjadi salah satu sumber ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat kami di kawasan timur Indonesia, terlebih-lebih di NTT," kata Petrus.
Menurut Petrus, buah dari kebijakan terselubung yang terjadi di pusat kekuasaan yaitu menjadikan NTT dan beberapa Provinsi Indonesia Timur lainnya sebagai tong sampah besar untk membuang pejabat bermasalah atau yang masih baru menjabat sebagai ajang uji coba. Selain itu dijadikan tong sampah besar juga kawasan timur sering kebagian perwira polisi dengan kualitas mutu yang rendah dengan angka 5 ke bawah.
"Sehingga bagaimana mereka bisa melayani rakyat? Sementara untuk mengurus diri mereka saja susah," ujar dia.
Sementara itu hal serupa juga diutarakan Eusabia salah satu pendiri Save NTT yang juga hadir dalam dialog dengan Kompolnas tersebut, menyampaikan keprihatinannya tentang kasus trafficking di NTT yang menurutnya polisi justru menjadi backing dari perusahaan pengerah tenaga kerja ilegal yang menjadi perantara dari usaha trafficking.
"Padahal ribuan anak manusia, khususnya wanita asal NTT sudah jadi korban, namun hukum dan aparat hukumnya tidak berpihak kepada rakyat kecil yang jadi korban," tambah Eusabia.
Menanggapi informasi ini Kompolnas menyatakan ada tiga hal penting menjadi pesan Save NTT yaitu sistem rekrutmen polisi harus diberikan prioritas untuk putra daerah, kebijakan menempatkan pejabat bermasalah ke NTT dan Indonesia Timur lainnya harus diakhiri dan sudahi kebiasaan pola diskriminasi/tebang pilih dalam menyelesaikan kasus.
[rus]