Kekerasan yang kerap terjadi di sekolah biasanya dilakukan senior terhadap junior. Kekerasan ini disebabkan kurangnya aktivitas produktif bagi siswa hingga problem di keluarga. Karena sudah mengakar, budaya kekerasan tersebut dianggap lumrah.
Demikian terungkap dalam Focus Group Discussion yang digelar Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait "Kekerasan di Sekolah" di kantor KPAI, Jakarta, (Senin, 27/10). Peserta FGD ini anak-anak yang berusia 12-18 tahun.
"Seorang peserta menceritakan bahwa di sekolahnya memalak adalah hal lumrah dan berlangsung terus menerus. Uang hasil memalak tersebut digunakan untuk minum minuman beralkohol, merokok, serta 'ngejalanin' alias tawuran," jelas Komisioner KPAI, Rita Pranawati, dalam siaran pers yang diterima
RMOL (Senin, 27/10).
Namun terungkap juga, kekerasan acap kali melibatkan guru kepada siswa. Beberapa peserta menyebutkan bahwa kekerasan fisik dan psikis oleh guru ini dilakukan atas nama menegakkan kedisiplinan dan untuk mencapai hasil akademik yang terbaik. Padahal, sambung Rita, konsep pendidikan sesungguhnya tidak hanya mengajarkan pengetahuan tetapi juga mendidik kemampuan afeksi dan psikomotorik.
"Menghukum anak tidaklah hanya untuk membuat anak jera sebagaimana praktik selama ini tetapi untuk membangun kesadaran. Para guru dituntut untuk menjadi kreatif sehingga anak terbangun kesadarannya dan anak didik secara optimal dapat mengembangkan potensinya," tegas aktivis Nasyiatul Aisyiyah, organisasi sayap Muhammadiyah ini.
Karena UU Perlindungan Anak hasil perubahan menegaskan, bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan atau pihak lain (pasal 9).
Dari hasil forum anak ini, KPAI berharap agar manajemen sekolah dapat memegang teguh prinsip perlindungan anak untuk mendengarkan pendapat anak serta memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak. Sehingga pendidikan yang berlangsung tidak menjadi beban bagi guru dan murid tetapi menjadi proses yang menyenangkan dan sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar.
Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak ini menambahkan, anak-anak dilibatkan membincang hal yang menyangkut diri mereka adalah bagian dari perwujudan partisipasi anak. Karena itu merupakan amanah UU Perlindungan Anak, khususnya pasal 10, bahwa anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi.
[zul]