Kementerian Pertanian (KeÂmenÂtan) tengah mengkaji pergeÂseran pola tata ruang peternakan sapi yang selama ini terkonÂsentrasi di Pulau Jawa. Hal itu dilaÂkukan sebagai upaya menguÂrangi importasi susu yang tiap taÂhun terus meningkat.
Dirjen Peternakan dan KeseÂhatan Hewan Kementan Syukur Iwantoro mengatakan, selama ini 99,47 persen peternakan sapi dan industri pengolahan susu (IPS) berada di Pulau Jawa. Semuanya berjumlah 43 peternakan.
Menurutnya, kondisi itu menÂjaÂdi salah satu penyebab sulitnya mengembangkan sapi perah di Indonesia. Apalagi, lahan untuk pakan di Pulau Jawa semakin terÂbatas sehingga biaya pakan seÂmakin mahal.
“Ini akan mempengaruhi perÂforÂma dalam bentuk produkÂtivitas. Kalau tidah berubah, laÂma-kelamaan sapi perah di IndoÂnesia akan habis dan impor akan semakin meningkat,†kata SyuÂkur, Jumat (24/10).
Dia mengatakan, produksi susu naÂsional tahun lalu mencapai 980.624 ton sedangkan kebuÂtuhan nasional susu mencapai 2,84 juta ton tahun ini. Sementara pemenuhan susu terus meningkat tiap tahunnya.
Syukur mengaku, pihaknya, Kementerian Perindustrian (KeÂmenperin), Badan Koordinasi PenaÂnaman Modal (BKPM) telah menyepakati formulasi untuk mendorong industri pengolahan susu ke luar Pulau Jawa. Caranya, dengan memberi beberapa kemuÂdahan untuk investor.
Pertama, insentif akan dibeÂrikan berbentuk tax allowance. Kedua, IPS berkewajiban melaÂkukan kemitraan dengan peternak rakyat secara khusus dengan bentuk inti plasma.
Tidak hanya perusahaan di luar pulau, perusahaan di dalam Pulau Jawa juga harus membangun bentuk inti plasma dalam waktu lima tahun. Dengan begitu, peÂngemÂbangan susu akan semakin maksimal dengan sokongan peternak rakyat.
“Selama ini terkendala infraÂstruktur, kemudian pasar lebih banyak di Jawa. Kalau dikemÂbangÂkan dengan transportasi yang mudah, diharapkan proÂduksi susu akan meningkat,†katanya.
Syukur mengatakan, sentraÂlisasi pengembangan industri di Pulau Jawa telah memicu penuÂrunan jumlah sapi perah di IndoÂnesia. Pada 2012, sapi perah menÂcapai 612.000 ekor dan meÂngalami penurunan hingga 444.000 pada 2013.
Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Dedi Setiadi memprediksi produksi susu dalam negeri tahun ini tidak akan mengalami peningkatan dibanding produksi tahun lalu. Pihaknya mencatat, selama emÂpat bulan produksi susu tidak meÂngalami kenaikan sama sekali akibat proses recovery yang masih berlangsung.
Menurut Dedi, proses recovery tersebut membutuhkan waktu dua tahun agar produksi susu kembali meningkat. Namun demiÂkian, harga susu tetap stabil di kisaran Rp 5.000-5.500 per liter yang dipasok ke IPS.
“Memang harga susu tetap stabil, tapi tetap saja peternak tidak mampu mendongkrak produkÂtivitas akibat sapi yang masih tahap recovery,†ujarnya. ***