Pemerintahan Jokowi-JK disarankan melanjutkan renegosiasi kontrak karya pertambangan dan menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah.
Bekas Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) SuÂsilo Siswoutomo mengatakan, salah satu pekerjaan rumah PeÂmeÂrintah Jokowi-JK di bidang ESDM adalah melanÂjutkan reneÂgoÂsiasi kontrak karya pertambangan.
“Pemerinah baru juga mesti melanjutkan pembangunan hiliriÂsasi smelter, lalu pengelolaan IUP yang berÂmaÂsalah. Selain itu harus diÂbuat minning policy. Itu semua sudah kita siapkan dan tinggal dilanjutkan,†ujarnya.
Padahal, jumlah perusahaan tambang yang harus direnegoÂsiaÂsi mencapai 107 perusahaan yang terdiri dari 34 pemegang KonÂtrak Karya (KK) dan 73 pemeÂgang perjanjian karya pengusahaan perÂtambangan batubara (PKP2B).
Sementara dari 107 perusahaan itu, baru 24 KK dan 60 PKP2B yang menyetujui proses renegoÂsiasi. Artinya, baru 84 yang baru menandatangani
memorandum of understanding (MoU). Yang sudah selesai renegosiasi baru satu peÂrusahaan, yakni PT Vale InÂdonesia.
Direktur Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, penyelesaian proses renegosiasi kontrak tambang harus dilanjutkan dan menjadi prioritas.
“Ini memang sangat mendesak untuk dibereskan oleh PemeÂrinÂtahan Jokowi,†katanya di JaÂkarta, kemarin.
Namun, bekas Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu meÂnekankan, pemerintah jangan samÂpai terjebak pada penyeleÂsaiÂan Memorandum of Understanding (MoU) saja, tetapi harus diperÂhaÂtikan poin-poin keseÂpakatan itu. Jangan sampai ada yang berÂtenÂtangan dengan undang-unÂdang ataupun peraturan turunannya.
Wakil Ketua Komisi PembeÂrantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja mengtatakan, saat ini sudah ada 323 IUP yang dicabut karena melanggar aturan. PenÂcabutan izin ini bisa terus berÂtambah, menyusul proses audit sektor pertambangan yang masih berlangsung.
Perusahaan-perusahaan itu, kata dia, terbukti melanggar aturan sehingga merugikan neÂgara dalam jumlah yang cukup besar. PencaÂbutan IUP itu terseÂbar di 12 proÂvinsi. Di antaranya Jambi, SuÂmatera Selatan, KaliÂmantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Dengan langkah tersebut, kata Pandu, memÂÂbuat peningkatan pendaÂpaÂtan negara beberapa triliun rupiah dari sektor pajak.
Adnan mengingatkan, KPK memberikan batas waktu hingga akhir tahun kepada pemeÂrintah daerah untuk meÂnyelesaikan perÂsoalan
Clean and Clear (CnC).
Menurut dia, audit sektor perÂtambangan ini telah memberikan dampak positif dan manfaat bagi kelangsungan usaha pertamÂbangan. KPK juga kembali mengÂingatkan akan menindak tegas perusahaan tambang yang tidak mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Tidak adanya NPWP menunÂjukkan ketidaktaatan perusahaan terhadap kewajiban pajak. Selain itu, tindakan perusahaan-perusaÂhaan tersebut membuat negara dirugikan dari sektor pajak. ***