Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menilai kenaikan tarif cukai rokok di tahun depan sebesar 8,72 persen tidak realistis.
Pengusaha rokok menegaskan, kenaikan sebesar itu tidak melihat situasi pasar dan berpotensi menambah jumlah pengangguran.
"Tanpa ada kenaikan di tahun 2014 ini saja, pabrikan besar telah mem-PHK lebih dari 10 ribu tenaga kerja. Apalagi dengan kenaikkan sebesar itu," protes Ketua Gappri, Ismanu Soemiran.
Ismanu menghitung jika target pendapatan negara pada 2015 dari cukai rokok sebesar Rp 120,5 triliun atau naik delapan persen dari tahun 2014 ini, maka kenaikan cukai nanti cukup lima persen.
Gappri mengaku sudah mengajukan usulan ini ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Namun sepertinya usulan itu bertepuk sebelah tangan alias tidak mendapat sambutan dari pemerintah.
“Karena itu kita terkejut dengan kenaikkan sebesar 8,72 persen itu. Apalagi perundingan kenaikkan cukai itu baru dua kali dan itupun belum tuntas," katanya.
Ismanu menjelaskan, secara rata-rata kenaikan itu memang masih di bawah 10 persen. Namun kalau melihat sistem cukai diterapkan berdasarkan golongan dan tiap golongan dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan (layer), kenaikkan cukai untuk golongan satu bisa mencapai 16 persen. Kenaikan sebesar 16 persen jelas berdampak pada melambungnya harga rokok. Pembeli dipastikan akan mencari rokok dengan harga di bawahnya.
[wid]