Berita

rmol

Politik

Saran Jitu Rizal Ramli Selamatkan APBN untuk Jokowi

SABTU, 11 OKTOBER 2014 | 16:37 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

. Presiden terpilih Joko Widodo disarankan untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal pemerintahannya. Untuk mengatasi masalah defisit anggaran, ada banyak jalan yang bisa ditempuh Jokowi selain dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi.

"Kalau solusinya menaikkan harga, semua orang juga bisa. Ada cara lain yang lebih baik yang nilai tambahnya lebih besar," kata ekonom senior DR. Rizal Ramli ketika menjadi pembicara dalam Saresehan Indonesia "Siap Sambut Presiden RI ke-7, Perbaiki Tata Kelola Migas, Tolak Kenaikan BBM," di Universitas Riau, Pekanbaru (Sabtu, 11/10).

Cara pertama adalah memproduksi BBM rakyat. BBM rakyat yang dimaksud Rizal Ramli adalah BBM bersubsidi yang sekarang beredar di masyarakat diturunkan oktannya atau tingkat pembakarannya dari 88 menjadi 80-83. Dengan penurunan oktan ini mobil-mobil kalangan menengah ke atas tidak akan berani membeli BBM bersubsidi untuk kendaraan-kendaraan mereka karena akan membuat mesin ngelitik atau knocking. Namun demikian, tak perlu khawatir, BBM jenis ini masih bisa digunakan untuk kendaraan kalangan menengah ke bawah yang jumlahnya hampir 90 juta pengguna.


"Sekarang premium oktanya 88-90, terlalu terlalu boros dan terlalu merwah. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat general gasoline atau bensin umum oktannya hanya 86. Mobil mewah pakai oktan 80 dan 83 mesin akan ngegelitik, lama-lama mesinnya rusak. Tetapi untuk 83 juta pengendara motor, 3 juta angkot dan sebagian nelayan, memakai bensin ini tidak ada masalah," papar Menteri Perekonomian era Pemerintahan Abdurrahman Wahid ini.

Sementara yang perlu dinaikkan, saran Rizal Ramli lagi, adalah BBM super (pertamax). Dari harga pertamax saat ini sebesar Rp 11.000 per liter bisa dinaikkan Rp 2500 menjadi Rp 13.5000, atau kalau perlu dinaikkan hingga Rp 14.000 per liter.

Berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2013, harga keekonomian BBM Rp 8.400 per liter. Ini artinya pemerintah harus mensubsidi Rp 1.900 per liter. Tapi dari hasil penjualan BBM Super, pemerintah untung Rp 4.100 liter. Dari simulasi ini, pemerintah memang harus mensubsidi BBM Rakyat sebesar 27,5 juta kilo liter yang jika dikali Rp 1.900 tiap liternya berarti sebesar Rp 52,25 triliun. Namun pada saat yang sama, pemerintah meraih laba dari penjualan BBM Super sebesar Rp 92,25 triliun dari kebutuhan 22,5 juta kilo liter BBM Super dikali keuntungan per liter sebesar Rp 4.100.

"Jadi ada prinsip subsidi silang," imbuh Rizal Ramli dalam saresahan yang juga menghadirkan Direktur IRES Marwan Batubara dan praktisi migas Agung Marsudi Suanto sebagai pembicara ini.

Selain itu, kata tokoh yang gigih mengusung ekonomi konstitusi ini, Jokowi harus menghentikan praktik mafioso dalam tata kelola minyak nasional. Menurut dia, subsidi di sektor minyak sangat tinggi karena adanya mafia migas. Setiap tahun mereka untung hampir 10 miliar dolar AS atau setara Rp 100 triliun dari sektor ini. Dari impor minyak mentah rata-rata para mafia mengeruk keuntungan 3 dolar AS, dan bahkan mereka bisa memperoleh keutungan lebih besar dari impor minyak jadi.

"Jadi menurut saya sikat dulu mafia migas," tegas dia dalam acara yang diikuti sekitar 500 an mahasiswa ini.

Selain itu, kata penasihat ekonomi Perserikatan Bangsa-bangsa ini, masih ada dua cara yang bisa dilakukan Jokowi, yakni membangun kilang minyak di dalam negeri dan melakukan revaluasi BUMN. Jika kita membangun 3 kilang baru berkapasitas 200 ribu barel per hari, maka biaya produksi BBM bisa ditekan hingga setengahnya.

Selama ini, tambah dia, BUMN kita belum pernah direvalusi aset. Padahal dari 130-an BUMN yang ada, jika semua melakukan revaluasi aset, maka aset BUMN akan naik 2-3 kali dari aset awal. Jika sisa dari selisih revaluasi dimasukan modal maka modal BUMN kita bisa naik sekitar Rp 450 triliun hingga Rp900 triliun. Kalau modal BUMN sudah bertambah maka secara otomatis akan meningkatkan borrowing capacitnya. Dalam hitungnya, setidaknya aset BUMN  bisa nambah di atas 100 miliar dolar AS atau setara Rp 1000 triliun.

"Kalau ini dilakukan kita bisa bangun apa saja, tanpa perlu meminjam modal  asing. Inilah 'raksasa' yang tidak pernah kita lakukan," tandasnya. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya