Kementerian ESDM Libatkan KPK Untuk Perpanjangan Kontrak Migas
PT Pertamina (Persero) menolak berkerja sama dengan Total E&P Indonesie dalam mengelola Blok Mahakam yang berada di Kalimantan Timur pasca kontrak perusahan Prancis itu habis pada 2017.
Hal itu ditegaskan DirekÂtur NiaÂga dan Pemasaran PerÂtamina HaÂnung Budya di Jakarta, kemarin.
Dia menegaskan, pihaknya saÂngat serius ingin mengelola Blok Mahakam. Bahkan, PertaÂmina meminta mendapatkan prioÂritas dari pemerintah untuk meÂngelola salah satu blok pengÂhasil gas terÂbesar itu.
Dia menegaskan, pihaknya saÂngat serius ingin mengelola Blok Mahakam. Bahkan, PertaÂmina meminta mendapatkan prioÂritas dari pemerintah untuk meÂngelola salah satu blok pengÂhasil gas terÂbesar itu.
“Blok-blok migas yang sudah haÂbis masa kontraknya sebaiknya langÂsung diberikan hak operasiÂnya ke Pertamina. Hal ini seperti apa yang dilakukan di Malaysia,†pintanya.
Hanung mengkritik usulan Total E&P Indonesia untuk meÂngelola Blok Mahakam selama lima tahun sebagai masa transisi setelah konsesinya berakhir. Dia meÂnilai, itu sama saja dengan memÂÂÂberikan peluang ke Total unÂtuk bisa menguasai saham di blok miÂgas di Kalimantan Timur itu.
Hanung menegaskan, Blok MahaÂkam merupakan milik neÂgara. KaÂrena itu, keputusan unÂtuk meÂÂngelola blok migas terÂsebut seÂtelah kontrak Total E&P IndoÂnesie dan Inpex yang habis pada 2017.
Dia menilai, tidak etis jika ToÂtal mengusulkan adanya masa tranÂsisi kontrak Blok Mahakam setelah 2017. Dia mengibaratkan perÂÂmoÂhonan masa transisi dari Total terÂsebut seperti mengontrak rumah.
“Pemilik rumah bilang, hei konÂtrakmu habis ya dua tahun lagi. Saya bilang mau pindah. TetaÂpi saÂya minta transisi dulu dong lima tahun lagi atau dua tahun lagi. Ini kan nggak etis,†sindir Hanung.
Sebelumnya, Plt Menteri EnerÂgi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Chairul Tanjung mengaÂtakan, tidak ada ada jaminan peÂmerintah akan menyerahkan peÂngelolaan blok migas nasional yang habis kontraknya kepada PerÂtamina. Prinsip dari pemeÂrinÂtah adalah siapa lebih memÂberiÂkan keuntungan kepada IndoÂneÂsia, maka perusahaan tersebut yang akan dipilih untuk mengeÂlola blok migas di Indonesia.
President Asia Pacific Total ExÂploration and Production Jean Marie Guillermou mengatakan, Total E&P Indonesie siap memÂbagi data teknis dan pengalaman selama puluhan tahun mengelola ladang gas Blok Mahakam di KaÂlimantan Timur ke perusahaÂan baÂru yang ditunjuk oleh peÂmeÂrintah. Asal ada masa transisi seÂlama lima tahun.
“Kami mengusulkan ada masa transisi yang dimulai 1 Januari 2018. Masa transisi yang ideal yakni selama 5 tahun,†katanya.
Guilermou mengingatkan, jika tidak ada masa transisi atau pada 31 Desember 2017 Total selesai begitu saja, maka produksi gas akan langÂsung turun drastis dan mengancam penerimaan negara Indonesia.
Kepala Pusat Komunikasi KeÂmenterian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Saleh AbdurahÂman mengatakan, pihakÂnya beÂlum memutuskan nasib pengeloÂlaan Blok Mahakam.
Pihaknya masih fokus untuk menyelesaikan Peraturan Menteri ESDM soal perpanjangan konÂtrak blok migas yang akan habis konÂtrakÂnya.
“Kita belum memutuskan peÂngeÂlolaan Blok Mahakam, apaÂkah akan diserahkan kepada PerÂtamina 100 persen atau melaÂlui maÂsa tranÂsisi,†ujarnya kepada
Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Dia menegaskan, yang menjadi dasar dari pemerintah dalam memperpanjang kontrak blok miÂÂgas yang habis adalah bagaiÂmana bisa memberikan manfaat bagi negara dan kepentingan maÂsyaÂrakat.
“Kita ingin, siapapun yang diÂtunjuk mengelola Blok MaÂhaÂkam, baik BUMN maupun swasÂta bisa menjaga produksi suÂpaya tidak turun dan memakÂsimalkan kandungan lokalnya,†katanya.
Setelah Permen tersebut berÂlaku, dia bilang, akan mudah baÂgi pemerintah untuk menenÂtukan nasib blok migas yang habis konÂÂtraknya. Karena di sana suÂdah diÂatur poin-poinnya dan seÂmua haÂrus menerimanya.
Ditanya apakah pembahasan aturan perpanjangan kontrak melibatkan Komisi PembeÂranÂtasan Korupsi (KPK), Saleh meÂngaku pihaknya pasti melibatkan
stakeholder terkait.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengaÂtakan, hingga saat ini sektor enerÂgi masih menjadi salah satu sekÂtor strategis baik secara naÂsional maupun internasional. Khusus InÂdonesia, sektor energi tidak hanya berfungsi sebagai salah sumber pendapatan negara.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tersebut dan tidak bergantung impor, Edy meneÂgasÂkan, pemerintah mendorong perusahaan negara dan swasta di Indonesia untuk menemukan sumber minyak baru di luar negeri. ***