Berita

Politik

UU Pilkada, Ironi dan Warisan Buruk SBY

JUMAT, 26 SEPTEMBER 2014 | 20:29 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

. Kelompok masyarakat sipil menyebut pengesahan RUU Pilkada dengan mekanisme pemilihan oleh DPRD merupakan ironi dan warisan buruk yang ditinggalkan Presiden SBY di akhir masa kekuasaannya. Kenapa demikian?

Perwakilan CSO Indonesia dari Yayasan TIFA, Mickael Bobby Hoelman, mengatakan kampanye SBY dengan sikap Partai Demokrat terkait RUU Pilkada sangat berbeda. Berpidato dalam pembukaan acara High Level Event Open Government Partnership (HLE-OGP), secara lugas SBY menyebut governance dan akuntabilitas sebagai kunci pembangunan. Tapi, pada saat yang sama Partai Demokrat melakukan walkout dan menjadikan opsi pilkada tidak langsung menang dalam voting rapat paripurna DPR.

"Di New York, Presiden SBY menyebut pemerintahnya sebagai smart governance yang ditandai dengan inovasi dan membuka ruang partisipasi. Tapi di sisi lain pada akhir masa pemerintahanya meninggalkan pemangkasan ruang partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin melalui pilkada langsung," ujar dia dalam keterangan pers yang diterima redaksi (Jumat, 26/9).


Perwakilan CSO lainnya, M Ilham Saenong dari TII, menyoroti implementasi OGP di Pemerintahan SBY yang tidak maksimal. Menurutnya implementasi OGP di Indonesia tidak memadai karena tidak pernah menjadi mainstream dan kebijakan dalam pemerintahan.

"Pengesahan pilkada tidak langsung oleh DPR dan sikap Partai Demokrat merupakan ironi, karena di satu sisi membanggakan upaya peningkatan partisipasi, tapi di sisi lain membiarkan partainya memberangus partisipasi politik melalaui Pilkada," papar dia.

Ahmad Faisol dari MediaLink, menilai UU Pilkada baru yang disahkan DPR menunjukkan komitmen SBY dalam mendorong inisiatif pemerintahan terbuka maupun inisiatif internasional lainnya hanya menjadi lips service semata karena tidak disertai tindakan nyata.

"Ini merupakan legacy buruk yang ditinggalkan SBY," katanya.

Dia mengingatkan disahkannya RUU Pilkada menjadikan tantangan bagi Pemerintah Jokowi. Menurut dia alternatif bagi Jokowi menghadapi langkah parlemen adalah dengan memperkuat partisipasi masyarakat sehingga dapat mempertahankan dukungan terhadapnya.

"OGP dapat menjadi salah satu platform yang dapat dimanfaatkan Jokowi untuk membuka ruang partisipasi publik," tambah Faisol.[dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya