. Kelompok masyarakat sipil menyebut pengesahan RUU Pilkada dengan mekanisme pemilihan oleh DPRD merupakan ironi dan warisan buruk yang ditinggalkan Presiden SBY di akhir masa kekuasaannya. Kenapa demikian?
Perwakilan CSO Indonesia dari Yayasan TIFA, Mickael Bobby Hoelman, mengatakan kampanye SBY dengan sikap Partai Demokrat terkait RUU Pilkada sangat berbeda. Berpidato dalam pembukaan acara High Level Event Open Government Partnership (HLE-OGP), secara lugas SBY menyebut governance dan akuntabilitas sebagai kunci pembangunan. Tapi, pada saat yang sama Partai Demokrat melakukan walkout dan menjadikan opsi pilkada tidak langsung menang dalam voting rapat paripurna DPR.
"Di New York, Presiden SBY menyebut pemerintahnya sebagai smart governance yang ditandai dengan inovasi dan membuka ruang partisipasi. Tapi di sisi lain pada akhir masa pemerintahanya meninggalkan pemangkasan ruang partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin melalui pilkada langsung," ujar dia dalam keterangan pers yang diterima redaksi (Jumat, 26/9).
Perwakilan CSO lainnya, M Ilham Saenong dari TII, menyoroti implementasi OGP di Pemerintahan SBY yang tidak maksimal. Menurutnya implementasi OGP di Indonesia tidak memadai karena tidak pernah menjadi mainstream dan kebijakan dalam pemerintahan.
"Pengesahan pilkada tidak langsung oleh DPR dan sikap Partai Demokrat merupakan ironi, karena di satu sisi membanggakan upaya peningkatan partisipasi, tapi di sisi lain membiarkan partainya memberangus partisipasi politik melalaui Pilkada," papar dia.
Ahmad Faisol dari MediaLink, menilai UU Pilkada baru yang disahkan DPR menunjukkan komitmen SBY dalam mendorong inisiatif pemerintahan terbuka maupun inisiatif internasional lainnya hanya menjadi lips service semata karena tidak disertai tindakan nyata.
"Ini merupakan legacy buruk yang ditinggalkan SBY," katanya.
Dia mengingatkan disahkannya RUU Pilkada menjadikan tantangan bagi Pemerintah Jokowi. Menurut dia alternatif bagi Jokowi menghadapi langkah parlemen adalah dengan memperkuat partisipasi masyarakat sehingga dapat mempertahankan dukungan terhadapnya.
"OGP dapat menjadi salah satu platform yang dapat dimanfaatkan Jokowi untuk membuka ruang partisipasi publik," tambah Faisol.
[dem]