Keberadaan ISIS atau Islamic State of Iraq and Syiria terus menuai penolakan dari berbagai kalangan di Indonesia. Serangkaian acara deklarasi penolakan pun terus digelar, termasuk kemarin di ruang Ampletheaer 317 A/B Komplek Masjid Agung, Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) , Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, BEM Fakultas Hukum UAI menggelar seminar dan sekaligus deklarasi menolak ISIS dengan tema “Memperkuat Ideologi Pancasila Dalam Mengantisipasi Pengaruh Islamic State in Iraq dan Syria di Indonesiaâ€.
Dialog yang dibuka Dekan Fakultas Hukum Dr. Agus Surono diakhiri dengan deklarasi bersama para perwakilan dari pihak kampus seperti Pembantu Rektor UAI, Bapak Ir Ahmad Lubis, MSc, mahasiswa dan sejumlah pembicara.
Tokoh Nahdatul Ulama Jakarta, Muhamad Taufik, LC, yang menjadi pembicara, menjelaskan dalam sejarah Arab memang ada kebengisan yang semestinya tidak diulang. "Seperti Ibunya Amr bin Yasir disiksa dengan sangat kejam oleh kelompomk Qurais yang membenci Islam karena ibunya memeluk agama Islam," jelasnya.
Tak hanya itu, Abu Bakar juga pernah marah ketika ada pengikutnya yang membawa mayat dengan kepala terpenggal untuk ditunjukkan padanya. Sebab Islam menolak kekerasan.
Meski begitu, dia meyakini watak dasar orang Indonesia tidak menerima ISIS. Apalagi ISIS tidak ada hubungannya dengan Islam, yang inti ajarannya adalah kemanusiaan.
Menurutnya, Islam Sunni yang ada di Indonesia sudah mencontohkan untuk menolak cara-cara kekerasan. "Contohnya pergantian kepemimpinan Gus Dur cermin dari Islam Sunni, Gus Dur. Saat itu Gus Dur mengatakan 'tidak ada kekuasaan yang patut dipertahankan dengan mengorbankan rakyat'," ungkapnya mengutip pernyataan Gus Dur.
Sementara itu, pengasuh Istana Al Quran Sirrul Asror, Ustadz Syarif Matnadjih menjelaska, nilai-nilai Pancasila lebih Qurani dari orang-orang yang mengaku pengikut ISIS. "Dan saya meyakini bahwa tidak ada pahala jihad bagi pengikut ISIS," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, mantan wartawan Latifa Anshori mengatakan ketika dirinya menjadi mahasiswa di Timur Tengah, banyak para dosen menanyakan tentang Pancasila.
"Mereka tertarik dengan Pancasila sebab penuh kedamaian, dan kedamaian Indonesia itu lebih berharga, dari pada sekedar membela ISIS yang justru dapat menghancurkan toleransi kita yang ada," tegas Latifa Anshori yang pernah menjadi wartawan perang sebuah stasiun televisi Indonesia di sejumlah negara Arab di Timur Tengah ini.
[zul]