Berita

Petani Kian Menjerit Digempur Barang-barang Impor

SELASA, 23 SEPTEMBER 2014 | 15:55 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Saat ini banyak petani yang beralih profesi ke pekerjaan lain. Pasalnya, setelah mereka kerja keras selama setahun penuh, namun yang didapat malah utang yang kian bertumpuk. Pasalnya, hasil pertanian mereka langsung disambut barang-barang impor.

"Mau kerja keras sampai kapanpun, petani tidak akan bangkit kalau seperti ini kondisinya," jelas Direktur Utama PT Gendhis Multi Manis, Kamajaya saat dihubungi wartawan (Selasa, 23/9).

Tidak hanya petani yang menjerit, Indonesia yang punya kekayaan sumber daya alam, dan dikenal sebagai negara tropis, juga tidak bisa lagi mengekspor seperti dahulu.

"Kita ini tropical country. Sekarang kalau bicara gula misalnya, dulu kenapa kita eksportir gula. Karena kita itu punya tanah, punya alamnya dan punya komunitas petani yang luar biasa banyak. Sekarang permasalahannya, barang-barang impor menghantam barang-barang lokal. Jadi sampai kapanpun nggak akan bisa bangkit," ungkapnya.

Dia menjelaskan, dulu rendeman atau kader gula dalam tebu itu 14 persen. Sekarang 7 persen. Makanya kalau dimaksimalkan, potensi produksi itu bisa 2 kali lipat.

"Kalau misalnya Indonesia produksi 2,5 ton, dan balik, kan bisa 5 ton (produksinya). Bisa selesai perkara nggak perlu impor. Pola yang sama bisa diterapkan di semua pruduk. Wong dulu kita ekspor jagung kok, ekspor beras ke Thailand dan kemana-mana," bebernya.

Pengusaha yang dekat dengan petani, terbukti dengan pabrik gulanya yang 100 persen berasal dari kebun plasma petani ini juga menekankan, Indonesia tidak akan mati kalau tidak impor. Justru menurutnya, negeri ini bisa bangkit kembali.

"Dulu zaman saya waktu kecil, banyak namanya soun. Soun itu terbuat dari singkong. Kenapa sekarang dipaksain pakai mie, pakai gandum. Zaman kecil saya, gula aren, gula jawa begitu banyak. Emang kita mati kalu nggak impor gula. Kan nggak?" ungkapnya.

"Padahal Indonesia punya hamparan tanaman kelapa terbesar di dunia. Jadi palm sugar punya potensial for manufacturing luar biasa besar. Kenapa sekarang gula dirafinasikan. Bayangkan kalau kita punya gula jawa, gula aren itu meledak, kita bisa ekspor kemana-mana," demikian Kamajaya. [zul]

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

UI Buka Suara soal Gelar Doktor Kilat Bahlil Lahadalia

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:21

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Promosi Doktor Bahlil Lahadalia dan Kegaduhan Publik: Perspektif Co-Promotor

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:56

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

UPDATE

Badan Intelijen Pertahanan Bisa Dipertimbangkan Hadapi Ancaman Siber

Jumat, 01 November 2024 | 00:02

Pakar Hukum: Kerugian Suap Menyuap Jauh Lebih Besar

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:50

PNM Sukses Sabet Penghargaan Lewat Pemberdayaan Ultra Mikro

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:30

Ridwan Kamil Senang Ditraktir Makan Malam Prabowo

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:19

Ugal-Ugalan dan Tabrak Warga, Sopir Truk Diamuk Massa Di Tangerang Kota

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:00

Erni Aryanti Ditunjuk Jadi Ketua DPRD Sumut 2024-2029

Kamis, 31 Oktober 2024 | 22:22

Mendag Sebelumnya Juga Impor Gula, Kejagung Jelaskan Kenapa Era Tom Lembong Diusut

Kamis, 31 Oktober 2024 | 22:02

Jadi Tersangka Pembunuh Wanita Dalam Koper, Pengusaha Ini Sudah Sering Dilaporkan

Kamis, 31 Oktober 2024 | 21:39

Giant Sea Wall Penting untuk Perlindungan dan Peningkatan Ekonomi

Kamis, 31 Oktober 2024 | 21:16

AHY Dorong Akselerasi Program 3 Juta Rumah untuk Rakyat

Kamis, 31 Oktober 2024 | 21:02

Selengkapnya