RMOL. Ada wacana di Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK untuk mengubah status Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi Kementerian Agraria mengingat sengketa pertanahan yang berlanjut ke pengadilan begitu besarnya.
Sementara itu sertifikasi tanah secara nasional hingga saat ini masih menjadi pekerjaan berat yang belum diselesaikan oleh Badan Pertanahan Nasional. Sejak Indonesia merdeka, ada sekitar 80 juta bidang tanah yang harus disertifikasi. Dimana hingga tahun lalu BPN baru dapat menyelesaikan kurang lebih separuhnya.
Badan Pertanahan Nasional sendiri hanya memiliki kemampuan mensertifikasi sekitar 2 juta bidang tanah per tahun atau butuh 20 tahun ke depan agar seluruh tanah di Indonesia tersertifikasi, hal ini tentunya berkaitan erat dengan SDM yang terbatas dan juga perundangan yang masih tumpang tindih.
"Untuk memperkuat BPN, sudah tepat bila Jokowi-JK kembali menjadikan BPN Kementrian Agraria dan segera memetakan potensi konflik pertanahan yang ada di Indonesia, serta harus memiliki target yang cepat untuk menyelesaikan curat marutnya sengketa pertanahan di Indonesia yang mengakibatkan konflik antara masyarakat dan perusahaan atau masyarakat dengan pemerintah," ujar Ketua Umum Bina Bangun Bangsa, Nur Ridwan kepada
Rakyat Merdeka Online pagi ini, (Senin, 22/9).
Menurut Nur Ridwan, sengketa timbul karena aturan atas hak tanah terkesan membingungkan, seperti adanya Hak Milik, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa untuk Usaha Pertanian dan Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan.
"Gagasan menghidupkan kembali Kementerian Agraria merupakan ide yang sangat baik dari Tim Transisi Jokowi-JK yang sebentar lagi akan berkuasa," ujar Nur Ridwan.
Namun, lanjut Ridwan, terlepas apakah nantinya BPN tetap sebagai badan atau kementrian agraria, agaknya yang perlu dibangun adalah kualitas SDM dan juga penambahan jumlah SDM.
"Contohnya, BPN saat ini kekurangan tenaga juru ukur untuk ditempatkan di kantor pertanahan di seluruh Indonesia. Dan untuk jabatan Kepala BPN atau Menteri Agraria sudah saatnya dipimpin dari kalangan internal BPN," ungkap Nur Ridwan seraya menyebutkan sejumlah nama kandidat yang mumpuni seperti Prof. Dr. Budi Mulyanto, dan Dr. Ir. Yuswanda A. Temenggung, CES, DEA, serta Kurnia Toha, SH, LLM, PHD.
Seperti diketahui, dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, kementerian agraria sebenarnya bukan satu hal yang baru. Tercatat pada pada tahun 1955-1956 Gunawan menjabat sebagai Menteri Agraria pertama di era kabinet Burhanuddin Harahap, kemudian disusul AA Suhardi di masa kabinet Ali Sastroamidjojo (1956-1957), hingga masa Kabinet Pembangunan VII, 1998.
[zul]