. Kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lainnya yang menimpa Anas Urbaningrum merupakan contoh nyata manipulasi hukum.
Selain proses penanganannya yang tebang pilih, bukti manipulasi hukum juga terlihat dari bocornya Sprindik (surat perintah penyidikan) sebelum Anas ditetapkan menjadi tersangka.
Begitu dikatakan penasihat hukum Anas, Indra Natan, saat membacakan nota pembelaan alias pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis malam (18/9).
Manipulasi hukum lainnya adalah tuduhan Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang aliran uang kepada peserta Kongres Partai Demokrat. Parahnya, kata Indra, yang dijerat hanya Anas Urbaningrum.
"Penuntut umum seolah menutup mata kalau ada tiga kandidat yang maju untuk menjadi ketua dalam kongres tersebut," kata Indra di ruang sidang.
Seharusnya, tambah dia, penuntut umum juga melirik dua kandidat ketua umum lain yang ikut dalam kongres. Mereka adalah Andi Alifian Mallarangeng dan Marzuki Alie. Apalagi, saat kongres keduanya jelas merupakan penyelenggara negara. Andi sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan Marzuki Alie sebagai Ketua DPR RI.
"Saksi yang dihadirkan menyebutkan, mereka juga menerima uang dari kandidat lainnya. Bahkan, salah satu saksi karena untuk kepentingan dirinya sendiri mengaku menerima aliran dana dari seluruh tim sukses calon," terang Indra.
"Andi Mallarangeng hanya pada penyalahgunaan kewenangan dan Marzuki Alie tidak tersentuh hukum. Kenapa hanya Anas saja yang terlibat permasalahan hukum?" sambung Indra menggugat.
[ald]