Presiden terpilih Joko Widodo diminta memperhatikan nasib petani, mayoritas penduduk Indonesia. Pasalnya, kalau petani tidak diperhatikan, berarti penduduk Indonesia akan sengsara.
Permintaan itu disampaikan Ketua Asosiasi Petani Tebu Blora Republik Indonesia, Agus Sudibyo, usai diterima Ketua Deputi Tim Transisi, Rini Soemarno, di Rumah Transisi, Jakarta, siang tadi (Selasa, 16/9).
Agus Sudibyo datang bersama puluhan petani tebu dengan dipimpin seniman Butet Kertaradjasa. Mereka kompak pakai pakaian serba hitam dengan ikat kepala.
Para petani mengeluhkan kondisi pemerintah saat ini yang kurang peka dengan kondisi petani tebu. "Setiap kami akan panen, pasti akan terjadi impor besar-besaran. Sehingga kami kesulitan untuk mengembalikan modal," kata Agus.
Untuk itu, Agus berharap kepada Jokowi untuk peduli dengan petani dan mengurangi impor pangan, terutama tebu hingga 80 persen. "Bahkan kalau perlu hingga 100 persen atau tidak impor pangan sama sekali," kata dia.
Sebab, kondisi petani saat ini sangat menyedihkan. "Kami menunggu 12 bulan baru mendapat duit dari panen. Kalau pegawai kan enak tiap bulan dapat duit," keluhnya.
Dalam kesempatan itu, Agus mengucapkan terima kasih kepada Tim Transisi yang telah bersedia menemuinya. "Kami diterima dengan baik dan dalam waktu dekat ini mereka (tim transisi) akan berangkat ke Blora untuk melihat kondisi petani tebu," kata dia.
Sementara itu, Butet mengaku menemani para petani tebu yang nasibnya terancam dengan kebijakan pemerintahan SBY yang tidak pro petani. "SBY membuka keran impor 3,6 juta ton gula per tahun, sehingga harga gula jatuh dan gula dari petani tidak laku," kata Butet Kertaradjasa.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Transisi Hasto Kristiyanto menyambut baik kedatangan petani tebu ke kantor transisi yang mengeluhkan maraknya impor gula dari luar negeri. "Mereka datang dengan spirit baru bahwa kebijakan yang terlalu membuka ruang rafinasi harus dikoreksi. Mosok sekian tahun kita tergantung dengan impor gula," kritik Hasto.[zul]