Berita

Yusril Ihza Mahendra

Wawancara

WAWANCARA

Yusril Ihza Mahendra: Bupati/Walikota Lebih Efektif Dipilih DPRD, Tapi Gubernur Tetap Secara Langsung

MINGGU, 14 SEPTEMBER 2014 | 09:49 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mendukung  pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Tapi hanya untuk bupati/walikota. Sedangkan pemilihan gubernur tetap secara langsung.

“Pemilihan bupati dan walikota lebih efektif dan efisien kalau dilangsungkan di DPRD. Tapi, pemilihan gubernur tetap dilakukan secara langsung. Dengan demikian, peran gubernur menjadi lebih kuat karena otonomi daerah diserahkan kepada provinsi,” ujar Yusril Ihza Mahendra kepada Rakyat Merdeka, Kamis (11/9).

Berikut kutipan selengkapnya:


Kenapa pemilihan bupati dan walikota tidak dilakukan secara langsung?
Sejak awal, saya memang tidak setuju dengan pemilihan kepala daerah secara langsung. Awalnya, saya menggagas pemilihan langsung hanya untuk presiden. Tidak sampai kepada kepala daerah, khususnya kabupaten/kota.

Konsep saya waktu itu, otonomi daerah cukup sampai provinsi karena kabupaten/kota terlalu kecil untuk otonomi, tidak akan banyak membawa pengaruh. Kalau bupati dan walikota dipilih DPRD, peran gubernur lebih kuat. Gubernur akan lebih mudah mengkoordinasikan para bupati dan walikota di daerahnya. Tidak seperti sekarang. 

Ini masalah hirarki antar jajaran pemerintahan, bukan sekadar soal pemilihan. Kalau opsi itu yang dipilih, pemilihan presiden dan gubernur dilakukan secara langsung, sementara bupati dan walikota melalui DPRD. Pekerjaan bupati dan walikota kan lebih banyak bersifat administratif.
 
Apa mekanisme tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945?
Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 menyatakan, gubernur, walikota dan bupati dipilih secara demokratis. Tidak menyebut harus dipilih langsung, seperti pemilihan presiden dan wakil presiden. Pemilihan secara demokratis, bisa berarti dipilih langsung oleh rakyat, bisa juga lewat DPRD. Dua-duanya demokratis.

Sebagian kalangan berpandangan, pemilihan kepala daerah melalui DPRD membuka ruang korupsi dan menyuburkan politik oligarki, ini bagaimana?
Melihat praktek pilkada yang berlangsung selama ini, menurut saya, prosesnya sangat tidak mendidik. Calon kepala daerah harus punya banyak uang untuk dana kampanye dan sebagainya. Biaya yang mahal ini membuka ruang korupsi, karena kepala daerah terpilih akan berpikir untuk mengembalikan ‘modal’ yang ia keluarkan. Ini tidak membawa manfaat, tidak sehat.

Kalau pemilihannya dipindahkan ke DPRD tidak berarti praktek suap menyuapnya akan lenyap. Itu bisa saja terjadi. Tapi, mengawasi anggota DPRD, mengawasi pimpinan partai, jauh lebih mudah dari pada mengawasi masyarakat di setiap kabupaten/kota atau provinsi.

Bagaimana kalau proses itu menutup ruang bagi kalangan independen orang-orang berpotensi untuk maju sebagai calon kepala daerah?
Itu adalah salah satu resiko pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Tidak ada sistem tanpa resiko.
 
Soal argumentasi penghematan anggaran jika pemilihan dilakukan DPRD, apa tanggapan Anda?
Alasan tersebut cukup realistis. Anggaran akan lebih hemat dan proses pemilihan berlangsung lebih efektif jika dilakukan oleh DPRD. Tapi, menurut saya bukan itu poinnya. Yang terpenting adalah mencegah terjadinya korupsi. Seperti yang saya sampaikan tadi, mengawasi anggota DPRD, mengawasi pimpinan partai, jauh lebih mudah dari pada mengawasi masyarakat di setiap kabupaten/kota.

Selama ini, pelaksaan pilkada dibiayai oleh pemerintah daerah dan dana hibah dari pemerintah pusat. Anggarannya sangat besar, apalagi jika terjadi dua putaran. Para calon kepala daerah mengeluarkan uang cukup, sehingga mendorong kepala daerah terpilih untuk mengembalikan uang ia keluarkan. Ini tidak membawa manfaat. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya