Berita

Hukum

Suara Hakim Agung Terpecah Memutus Perkara Bioremediasi

MINGGU, 14 SEPTEMBER 2014 | 09:13 WIB | LAPORAN:

Tiga hakim Mahkamah Agung (MA) terpecah dalam memutus kasasi kasus dugaan korupsi proyek fiktif bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dengan terdakwa, Ricksy Prematuri, direktur rekanan PT CPI.

Dari tiga hakim agung yang mengadili perkara ini, seorang anggota majelis berbeda pendapat (dissenting opinion) dan membebaskan Ricksy dari semua tuntutan. Putusan kasasi bernomor 2330K/PID.Sus/2013 ini diketok oleh Artidjo Alkostar sebagai ketua majelis, dengan anggota majelis yakni Leopold Luhut Hutagalung serta MS Lumme.

Dari dokumen putusan kasasi, Hakim Leopold dalam pertimbangannya menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan maupun merugikan uang negara, sebagaimana dakwaan Jaksa.


Selain konstruksi hukum yang dibangun jaksa dinilai aneh, Hakim Agung Leopold pun menyatakan telah terjadi lompatan-lompatan logika yang menyimpang dari asas-asas hukum perdata sebagai acuan dalam memeriksa perkara pidana itu di proyek bioremediasi Chevron.

"GPI (Green Planet Indonesia) merupakan rekanan dari PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), keduanya perusahaan swasta. Saat itu, PT CPI melakukan kontrak dengan negara untuk melakukan bioremediasi yang dilaksanakan PT GPI. Anehnya, PT GPI sebagai rekanan malah dituduh korupsi," tulis Leopold.

Menurut Leopold, dakwaan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara tidak terbukti. Pasalnya, uang 3,089,287.26 dolar AS untuk biaya melaksanakan kegiatan bioremediasi sesuai dengan kontrak yang disetujui. Uang tersebut juga milik PT CPI yang murni perusahaan swasta. Uang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai keuangan negara berdasarkan UU 31/1999 Jo. UU 20/2001.

"Maka unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara tidak terbukti," imbuh hakim agung Leopold dalam dokumen tersebut.

Selain itu, menurut Leopold, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan ada niat dari Terdakwa dan yang mewakili PT CPI untuk tujuan pembobolan tersebut.  Bahwa adanya kemungkinan pengeluaran uang dari PT CPI akan mengurangi bagian BP Migas dalam pembagian bagi hasil sesuai kontrak BP Migas dan PT CPI, itu baru merupakan kemungkinan.

"Karena BPMigas dapat saja tidak menyetujui pengeluaran itu. Dan mengajukan keberatan sesuai dengan cara-cara yang telah diatur dalam perjanjian kontrak bagi hasil diantara mereka," terangnya.[wid] 

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya