ADA yang menganggap Pilkada langsung seperti mudik Lebaran. Katanya dengan ada 600 orang meninggal karena mudik Lebaran, jadi apakah kita harus menghapus mudik lebaran? Logika menghapus Pilkada langsung disamakan dengan menghapus mudik Lebaran. "ITU LOGIKA YANG SESAT" katanya.
Contoh yang diberikan ini sungguh sangat relevan. Contoh mudik lebaran ini membantu saya untuk menjelaskan filosofi daripada Pilkada langsung yang memang sama persis dengan keadaan mudik lebaran.
Seharusnya disadari bahwa kematian dalam mudik lebaran dikarenakan transportasi yang sistemnya awut awutan, jalanan menuju tujuan mudik yang rusak, sistem transportasi yang salah, alat-alatnya yang tidak mau dibenahi.
Transportasi dan kemacetan di jalanan, kecelakaan adalah gambaran yang pas dari sistem demokrasi kita yang awut awutan. Salah satu sistem negara yang awut-awutan tersebut adalah Pilkada langsung yang menyimpang dari filosofi sila ke-4 Pancasila.
Ingat kita tidak hendak menghapus Pilkadanya, kita ingin sistem Pilkadanya yang disesuaikan dengan kultur masyarakat, filosofi, strategi dan situasi negara kita yang industrinya sedang mati, karena sibuk ber-Pilkada langsung hingga lupa tujuan berdemokrasi.
Kesemrawutan di jalanan tidak hanya berdampak pada kecelakaan, namun ia telah berdampak kepada terhambatnya perjalanan itu sendiri. Seharusnya kita dapat mencapai tujuan dengan mudah, lancar dan aman, malah yang terjadi adalah kemacetan, kecelakaan dan bahkan kematian.
Oleh karenanya untuk membangun sistem demokrasi yang benar itu, belajarlah dari filosofi dan sistem transportasi di Indonesia yang kacau. Kalau kita membenahi sistemnya, maka pemerintah tidak perlu mencabut subsidi energi. Karena sistem akan membuat kita efektif dan efisien. Sistem yang tepat akan memudahkan kita mencapai tujuan bernegara.
Salam hormat untuk Pak Jumhur Hidayat, selamat berakhir pekan untuk kita semua...[***]
Penulis adalah pengamat ekonomi politik dari Institute Global Justice (IGJ) dan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)