Berita

joko widodo/net

Politik

Pertemuan SBY-Jokowi, Tradisi Baru Transisi yang Tanpa Isi

KAMIS, 28 AGUSTUS 2014 | 18:57 WIB | OLEH: ALDI GULTOM

Apa sebetulnya yang terkandung di balik pertemuan empat mata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan calon penggantinya, Joko Widodo, di Bali, kemarin malam?

Boleh saja dua pihak mengklaim pertemuan tersebut tak berkaitan dengan negosiasi apapun. Semata sebagai awal terbukanya pintu komunikasi antara kepala pemerintahan lama dengan calon pemimpin dari rezim yang akan terbentuk. Tak lupa, ditambahkan embel-embel tradisi politik baru yang sangat positif.

Masyarakat begitu terpana dengan kehangatan mereka di depan kamera. SBY dan Jokowi menunjukkan kemampuan pencitraan kelas tinggi yang luar biasa.


Sejatinya, Jokowi membawa dua misi utama dalam pertemuan dengan SBY. Pertama, seperti yang diakuinya tadi siang, ia hendak mengkompromikan waktu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) agar beban berat itu tidak ditimpakan kepada pemerintahannya yang baru akan terbentuk.

Misi kedua adalah memperlihatkan kepada publik bahwa dirinya mempunyai relasi positif dengan SBY di tengah ketegangan politik belakangan ini. Sekaligus, Jokowi juga membuka peluang kerjasama politik antara koalisinya dengan Partai Demokrat, sehingga kekuatan pro pemerintah nantinya menjadi mayoritas di parlemen.

Sedangkan SBY ingin menjadikan Jokowi sebagai batu loncatan membuka peluang komunikasi dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Bagi Mega, SBY adalah musuh politik yang abadi. Sebelumnya, berkali-kali SBY dengan banyak cara mencari celah untuk berkomunikasi dengan Mega, termasuk lewat elite PDIP yang nekat menyediakan diri jadi "jembatan". Hasilnya, selalu gagal total.

Hanya satu kepentingan SBY setelah tak lagi berkuasa, memastikan dirinya beserta keluarga tidak diganggu oleh deretan skandal hukum yang menggantung tak pasti.

Sebagian khalayak politik memahami bahwa pertemuan kemarin malam adalah kemenangan SBY. Jokowi pulang dengan tangan hampa, sedangkan peluang komunikasi SBY dengan Mega sebagai "the real president" masih terbuka sebelum 20 Oktober.

Demikianlah. Pertemuan "bersejarah" SBY-Jokowi merupakan tradisi baru transisi yang tanpa isi. Tidak membicarakan kepentingan rakyat banyak, bukan membahas opsi brilian yang lain selain mencabut subsidi BBM untuk rakyat, melainkan mengkompromikan kepentingan politik sempit dari masing-masing pihak. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya