Berita

Kivlan Zen

Pemanggilan Paksa Kivlan Zen Di-deadline Sampai 17 September

Komnas Ham & PN Jakarta Pusat Lakukan Koordinasi
SELASA, 26 AGUSTUS 2014 | 09:24 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Investigasi kasus penghilangan paksa terhadap 13 aktivis 1997/1998 mulai mendapat titik terang. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan deadline hingga 17 September kepada Pengadilan Neger (PN) Jakarta Pusat untuk pemanggilan paksa bekas Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen.

Langkah tersebut diambil, setelah Kivlan Zen mangkir dari tiga panggilan yang dilayangkan Komnas HAM. Pihak Komnas HAM juga sudah melakukan koordinasi dengan PN Jakpus.

Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Pengungkapan Hilangnya 13 Aktivis 1997-1998, Otto Nur Abdullah menyatakan, pihaknya serius menyelesaikan kasus penghilangan paksa ini.


“Komnas HAM dalam menangani kasus ini tidak terpengaruh situasi politik apapun,” kata Otto dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, proses pemanggilan paksa terhadap Kivlan Zen tinggal menunggu hari. “Dalam proses pemanggilan paksa terhadap Kivlan Zen, kami sedang menunggu proses di PN Jakarta Pusat. Kami sudah melakukan audiensi dengan pengadilan negeri soal batas-batas kewenangan Komnas HAM dan pengadilan negeri, dan kami akan ikuti prosedur yang ada di pengadilan negeri,” terangnya.

Otto menyebutkan, pemanggilan paksa Kivlan Zen telah didaftarkan Komnas HAM ke PN Jakarta Pusat pada 22 Agustus 2014, setelah Kivlan dalam sebuah acara televisi swasta pernah mengklaim mengetahui keberadaan 13 aktivis yang hilang pada 1997-1998.

“Kami ingin mendalami keterangan Kivlan tentang keberadaan 13 korban yang masih dinyatakan hilang,” ujarnya.

Langkah pemanggilan paksa, lanjutnya, sudah sesuai dengan kewenangan Komnas HAM dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor (UU) 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Soal pemanggilan paksa ini kami minta agar ditanggapi pada 17 September nanti. Menurut Undang Undang dijelaskan kapan upaya pemanggilan paksa harus dieksekusi,” kata Otto.

Pihaknya juga akan memanggil saksi-saksi lain yang berkaitan dengan penyelidikan kasus 13 aktivis yang masih hilang. “Kami akan terus memanggil individu-individu yang mengetahui keberadaan aktivis yang hilang. Langkah ini merupakan upaya pemenuhan hak warga negara, khususnya keluarga korban, yang ingin mengetahui keberadaan para korban,” tandasnya.

Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah menambahkan, upaya pemanggilan paksa ini adalah lanjutan dari kerja tim pemantauan dan penyelidikan kasus hilangnya 13 aktivis 1997/1998.

 â€œSebagaimana kita ketahui, 8 Mei lalu Komnas HAM membuat tim untuk memantau dan menginvestigasi kasus 13 aktivis hilang. Pembentukan tim ini didasarkan pada pernyataan Kivlan Zen di televisi dan pengaduan keluarga korban kepada Komnas HAM,” jelas Roichatul.

Menurutnya, sesuai aturan perundang undangan, pengadilan negeri harus menindak lanjuti permohonan pemanggilan paksa yang dilayangkan Komnas HAM.

“Sekarang Komnas HAM dalam posisi menunggu. Selain itu, kami juga akan menggelar pertemuan internal sebagai langkah lanjutan untuk memanggil pihak lain yang mengetahui informasi 13 aktivis yang hilang agar bisa hadir di Komnas HAM,” papar Roichatul. 

Dia menekankan, Komnas HAM akan menggunakan upaya maksimal untuk mendapatkan kesaksian Kivlan Zen. “Wakil Ketua PN Jakarta Pusat juga meminta Komnas HAM untuk mengupayakan cara-cara yang lain,” tandasnya. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya