Berita

Ikrar Nusa Bhakti

Hasil Quick Count Berbeda‬, Aparat Harus Antisipasi Vote Trading‬

KAMIS, 10 JULI 2014 | 23:57 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

RMOL. ‪Profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti mengatakan, perbedaan hasil hitung cepat dari lembaga survei mengharuskan rakyat mengawal dan memantau proses perhitungan suara dari tingkat TPS, kelurahan/desa, kecamatan sampai rekapitulasi nasional.‬

"Suara rakyat jangan dimanipulasi. Hasil pemilu presiden akan menentujan masa depan demokrasi Indonesia apakah kita akan setback atau melangkah ke jalur demokrasi. Suara rakyat harus dihormati," kata Ikrar dalam siaran persnya kepada Rakyat Merdeka Online (Kamis, 10/9).

‪Karena perbedaan yang kontroversial Ikrar juga mengimbau empat lembaga survei yang memiliki hasil  berbeda perlu mengklarifikasi dari aspek metodologis dan transparansi anggaran. Hal ini harus diungkapkan secara terbuka ke publik. Dari aspek metodologi harus jelas berapa sampelnya, di TPS mana saja dan bagaimana sebarannya.


"Publik harus bisa memilah dan memilih mana lembaga survei yang kredibel dari rekam jejaknya. Beberapa lembaga survei yang bermasalah saat ini memiliki track record  buruk dalam manipulasi data. Sehingga publik wajar ragu hasil hitung cepat mereka," kata dia.‬

Ikrar menambahkan posisi TNI, POLRI dan Intilijen harus netral bukan hanya secara verbal selama menunggu real count KPU.

"Implementasi prinsip netralitas penting untuk menjawab isu-isu yang menyatakan aparat keamanan dan intelijen berpihak pada satu kandidat," ujarnya.‬

‪Selain itu penting bagi elite jangan memanas-manasi dan melibat-libatkan TNI, POLRI dan Intelijen dalam persaingan politik yang makin genting ini. Dalam situasi munculnya perbedaan hitung cepat, penjagaan aparat keamanan perlu lebih ketat mulai dari tingkat desa, kecamatan sampai kabupaten.‬

"Hal ini untuk menutup peluang bekerjanya vote trading dengan menipulasi suara dalam proses rekapitulasi suara," paparnya.

‪Yang paling utama, sampai menunggu hasil perhitungan resmi, rakyat jangan diadu domba lewat pernyataan elit politik kedua kubu sengan melakukan pembodohan politik dengan  manipulasi data survei maupun suara dalam real count.‬

Sementara itu, Yogi Suprayogi Sugandi, pengajar kajian publik Universitas Padjajaran mengatakan dirinya paham lembaga survei juga adalah produk bisnis, dimana mereka mencari keuntungan mencari opini publik untuk keperluan tertentu. Namun, untuk persoalan semacam Pilpres, diperlukan integritas akademik. “Pertarungan kemarin adalah pertarungan kredibilitas dan integritas,” katanya.‬

Ada lembaga yang membuka lebar-lebar ruangan tempat mereka mengolah data, tapi sebaliknya ada beberapa lembaga survei yang tidak mau membuka lebar dapur operasinya. “Ada 7 lembaga survei yang digunakan oleh pasangan capres nomor  2 dan hanya ada 3 yang digunakan oleh pasangan capres no urut 1. Mereka semua harus diaudit dan diumumkan ke masyarakat, mana yang kredibel, “ katanya.‬

Sejalan dengan itu, jika tidak ada kecurangan kredibilitas  akhirnya dapat ditemukan dengan munculnya real count keputusan KPU. “Sebab, secara keilmuan, bila menggunakan metode yang sama, maka hasilnya pun tidak akan jauh beda. Ini tugas Perhimpunan Survei Opini Republik Indonesia (Persepsi) mengaudit anggotanya,” ujarnya.[dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Demokrat: Tidak Benar SBY Terlibat Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:08

Hidayat Humaid Daftar Caketum KONI DKI Setelah Kantongi 85 Persen Dukungan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:57

Redesain Otonomi Daerah Perlu Dilakukan untuk Indonesia Maju

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:55

Zelensky Berharap Rencana Perdamaian Bisa Rampung Bulan Depan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:46

Demokrasi di Titik Nadir, Logika "Grosir" Pilkada

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:37

Demokrat: Mari Fokus Bantu Korban Bencana, Setop Pengalihan Isu!

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:35

Setoran Pajak Jeblok, Purbaya Singgung Perlambatan Ekonomi Era Sri Mulyani

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:14

Pencabutan Subsidi Mobil Listrik Dinilai Rugikan Konsumen

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:02

DPRD Pastikan Pemerintahan Kota Bogor Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:53

Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:50

Selengkapnya