Keriuhan saling klaim antara dua kandidat dalam Pilpres 2014 tidak tampak signifikan di media sosial Facebook dan Twitter. Bahkan, topik pembicaraan para capres melorot drastis jika dibanding dengan masa kampanye pilpres.
Digimed mengimpun data yang terkait pasangan capres pada dua media sosial Facebook dan Twitter sejak 13 Juni hingga 9 Juli 2014. Dari hasil riset, terlihat bahwa kontestasi antara kedua pasang kandidat presiden-wakil presiden berlangsung ketat sejak awal masa kampanye hingga pencoblosan.
Praktisi IT dari Digimed, Aidil Muladha mengatakan pembicaraan topik (keyword) ‘Jokowi-JK’ dan ‘Prabowo-Hatta’ di Facebook dan Twitter mencapai puncaknya pada penutupan masa kampanye 5 Juli 2014. Pada akhir masa kampanye tersebut, topik kedua capres di Twitter melonjak tajam 100% dari hari sebelumnya.
Untuk topik ‘Jokowi-JK’ di Twitter pada 5 Juli muncul sebanyak 1.430 sementara ‘Prabowo-Hatta’ mencapai 1.080. Kenaikan serupa juga terjadi pada media sosial Facebook. Topik ‘Jokowi-JK’ mencapai 2.300 sedangkan ‘Prabowo-Hatta’ mendapatkan 1.940 pembicaraan.
Akan tetapi pemandangan berbeda terlihat sepanjang minggu tenang (6-8 Juli) dan hari pencoblosan (9 Juli). Kedua pasang capres tidak menjadi buah bibir pembicaraan di media sosial Twitter dan Facebook.
Pada minggu tenang, topik ‘Jokowi-JK’ di Twitter hanya muncul pada rentang 560-643 pembicaraan. Sedangkan ‘Prabowo-Hatta’ berada pada kisaran 425-504. Pengamatan serupa juga terjadi di Facebook. Topik ‘Jokowi-JK’ berada pada rentang 1.850-1.950 pembicaraan. Sementara ‘Prabowo-Hatta’ ada pada kisaran 1.580-1.690.
Selanjutnya, pada hari H pencoblosan 9 Juli, keriuhan klaim kemenangan tidak tergambar pada topik ‘Jokowi-JK’ ataupun ‘Prabowo-Hatta’. Pada media sosial Twitter, topik ‘Jokowi-JK’ muncul sebanyak 562 sedangkan ‘Prabowo-Hatta’ sebanyak 443. Sedangkan pada media sosial Facebook, topik ‘Jokowi-JK’ unggul tipis yakni 1.010, sedangkan ‘Prabowo-Hatta’ meraih 939.
Masa Tenang hingga Pencoblosan, Kampanye Kotor Drop
Sementara itu, Analis Politik Digimed Anton Aliabbas berpendapat jumlah isu kampanye negatif dan kampanye fitnah di media sosial Facebook dan Twitter anjlok secara signifikan sepanjang masa tenang hingga hari pencoblosan jika dibanding pada masa kampanye terbuka (13 Juni-5 Juli). Fenomena ini terjadi untuk kedua capres peserta Pilpres 2014.
Untuk capres Prabowo yang dikaitkan dengan topik kampanye kotor seperti ‘Nazi’, ‘Pelanggar AM’, ‘Presiden Fasis’, ‘Prahara’ dll di Twitter sepanjang periode 6-9 Juli hanya muncul sebanyak 399 kali. Jumlah ini menurun drastis dari masa kampanye yang mencapai 3,455 kali. Sementara pemandangan serupa terjadi di media sosial Facebook. Prabowo yang dikaitkan dengan topik kampanye kotor hanya mencapai 3,767 pembicaraan. Angka ini turun signifikan dari periode masa kampanye yang mencapai 24,302 pembicaraan.
Kampanye hitam dan fitnah untuk pasangan Prabowo-Hatta di Facebook didominasi isu pelanggar HAM (19%), bowo (14%), dan orba (12%). Sementara di Twitter, kampanye negatif dan fitnah dengan persentase tertinggi berturut-turut adalah orba (18%) dan prahara (16%).
Sedangkan capres Jokowi yang dikaitkan dengan topikkampanye kotor seperti ‘Cina’, ‘komunis’, ‘pencitraan’, ‘kristen’ dll di media sosial Twitter sepanjang 6-9 Juli hanya mencapai 635. Jumlah ini turun jika dibandingkan masa kampanye terbuka yang mencapai 3.806. Sedangkan pada platform media sosial Facebook, angka kampanye kotor yang menyerang Jokowi sebanyak 5.875 pembicaraan. Angka ini berbeda signifikan jika dikomparasi dengan masa kampanye yang mencapai 32.270 pembicaraan
Untuk pasangan Jokowi-JK, isu yang digunakan dalam kampanye hitam dan fitnah pada sosial media Facebook adalah tua (25%), pencitraan (16%) dan cina(11%). Di Twitter, isu yang mendominasi adalah pencitraan (26%), komunis (17%) dan tua (17%).
Dari sebaran angka tersebut, dinilai Anton, para pendukung capres terlihat tidak terlalu memaksimalkan masa tenang untuk menyerang kompetitor dengan isu yang berpotensi menurunkan elektabilitas. "Kelihatannya para pendukung capres menggunakan medium lain untuk menaikkan elektabilitas jagoannya dan menyerang kandidat lawan. Dan medium itu bukan melalui media sosial," ujar Anton.