Joko Widodo adalah muslim yang baik. Jurubicara tim pemenangan duet Joko Widodo-Jusuf Kalla, Prof. Anies Baswedan, pernah menyampaikan kesaksian dan pengakuan akan kadar keislaman dan ketaatan Jokowi.
Sayangnya, kesaksian dan pengakuan Anies Baswedan itu justru dimentahkan dan dibuat tidak berarti oleh manuver Jokowi yang terlihat begitu bersemangat menampilkan dirinya sebagai muslim yang baik.
Manuver-manuver Jokowi itulah yang belakangan dianggap oleh sementara pihak sebagai penyebab utama dari berkurangan dukungan Jokowi sehingga jarak antara dirinya dengan Prabowo semakin pendek.
Setidaknya ada tujuh manuver Jokowi yang membuat kalangan umat Islam justru jadi ragu akan ketaatan Jokowi.
Pertama, adalah ketika ia mengucapkan salam yang cukup panjang pada saat pengambilan nomor urut pasangan dan deklarasi pemilu damai. Sebelumnya, Jokowi tidak pernah mengucapkan salam sepanjang itu.
Salam sepanjang itu tidak pernah lagi diucapkan oleh Jokowi setelah kedua kegiatan tersebut.
Pernyataan Jokowi yang menjanjikan tanggal 1 Muharram sebagai Hari Santri juga dianggap blunder karena membuat kalangan santri dan umat Islam umumnya mencium sesuatu yang tidak biasa di balik janji itu. Artinya, Jokowi dinilai sekadar ingin menarik perhartian uamt Islam.
Begitu juga dengan pernyataan Jokowi dalam debat capres yang mengatakan akan memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Pernyataan itu keluar begitu saja, tampak seperti tanpa rencana.
Ada juga kelompok masyarakat yang menilai Jokowi sedang berupaya menarik simpati umat Islam di Indonesia yang selama ini menjadikan kemerdekaan Palestina sebagai salah satu isu politik.
Keputusan istri Jokowi, Ny. Iriana mengenakan jilbab pun dinilai ikut berperan membuat kalangan umat Islam meragukan itikad Jokowi dan keluarga. Mengenakan jilbab atau hijab, atau setidaknya penutup aurat rambut, tentulah sebuah keputusan penting yang didasarkan pada perintah agama.
Tetapi, karena dilakukan di tengah-tengah kampanye yang sedang melaju kencang, tidak dapat dihindarkan bila ada sementara masyarakat yang menganggap tindakan itu pencitraan belaka.
Begitu juga dengan doa “sapu jagat†yang dibaca Jokowi dalam pidato penutup debat pilpres terakhir. Doa itu dianggap tidak mengalir dari ketulusan hati. Ada juga yang menyoroti dari sisi pengucapan yang kurang pas dan terdengar janggal.
Terakhir, yang membuat Jokowi tampanya semakin dijauhi kalangan umat Islam adalah perjalanannya ke Tanah Suci di masa
injury time.
Siapapun tahu bahwa ibadah adalah urusan paling personal antara seorang manusia dan Tuhan yang diyakininya. Sebagai orang Islam, Jokowi tentu punya hak untuk melakukan ibadah umrah.
Tetapi tidak dapat dihindarkan apabila ada sementara masyarakat yang menilai bahwa perjalanan singkat ke Makkah al Mukarramah itu terlalu dipaksakan dan bertendensi pencitraan demi merebut perhatian semata.
Apalagi, Jokowi dan tim sukses yang ikut dalam perjalanan itu memberikan kesan yang menggebu-gebu mengenai ibadah Jokowi.
Kontroversi perjalanan suci ini semakin bertambah setelah beredar foto yang memperlihatkan Jokowi keliru mengenakan ihrom.
Salah satu catatan penting mengenai hal-hal yang disampaikan di atas berkaitan dengan kecanggihan dan kemampuan tim sukses mengelola kampanye hingga ke hal-hal yang sifatnya paling detail dan paling pribadi sekalipun.
Ini adalah inti dari pekerjaan tim sukses. Dalam setiap kompetisi politik, tim sukses adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap penampilan dan
image sang kandidat. Semestinya, tim sukses dapat mengarahkan Jokowi agar tidak terlalu
over dan berlebihan dalam memperlihatkan keislamannya.
Sesungguhnya, kesaksian Anies Baswedan mengenai keislaman Jokowi sudah cukup untuk mematahkan semua dugaan dan tuduhan yang dialamatkan kepada Jokowi. Anies Baswedan dikenal sebagai cendekia muda dari kalangan umat Islam yang tidak diragukan komitmennya pada nilai-nilai keislaman.
Sayangnya, mungkin sekali ada bagian lain dari tim sukes yang mendampingi Jokowi, yang tidak memahami hal itu. Sehingga upaya mendekatkan diri pada kalangan Islam berakhir sebaliknya.
Wallahualam.
[***]