Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Hakim Anggota III Sofialdi dan Hakim Anggota IV Alexander Marwata menyampaikan beda pendapat alias dissenting opinion terhadap putusan tersebut.
Hakim Sofialdi menyatakan tuntutan dan surat tuntutan pidana pencucian uang yang disampaikan jaksa KPK kepada Akil dalam dakwaan kelima tidak dapat diterima dan Akil tidak dapat dipersalahkan. Sofialdi menyatakan KPK tidak memiliki kewenangan penyidikan maka dakwaan keenam harus dinyatakan batal dengan sendirinya.
"Dan terdakwa tidak dapat dipersalahkan dengan dakwaan yang telah dibatalkan tersebut," kata Sofialdi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, tadi malam (Senin, 30/6).
Sementara itu Hakim Alexander menyatakan bahwa Pasal 6 UU TPPU yang disangkakan jaksa KPK terhadap Akil tidak berlaku. Sebab, pasal tersebut harus dijeratkan kepada harta yang berasal dari tindak pidana korupsi, bukan dugaan tindak pidana korupsi.
Menurut dia pidana pencucian uang tidak bisa didasarkan atas pidana asal yang masih dugaan atau asumsi pidana korupsi. Kalau cuma menduga tanpa membuktikan, maka harusnya KPK juga dapat mengusut harta PNS atau penyelenggara negata yang tidak sesuai dengan profil penghasilannya. Alexander yakin tidak seluruhnya harta Akil diperoleh secara ilegal.
Saat Hakim Alexander membacakan barang bukti apa saja yang dikembalikan, Akil sempat mengambil microphone dan menyela. Akil memprotes lalu meluruskan soal alamat rumah di Jalan Akil Karya Baru nomor 20 dengan luas sertifkat 506 meter persegi.
Sidang pembacaan vonis Akil berlangsung sekitar enam jam. Sidang mulai pukul 16.00 berakhir pukul 22.15. Sidang itu beberapa kali diskors. Pertama untuk berbuka puasa. Kedua, hakim menskors 10 menit untuk istirahat usai membacakan dakwaan kelima.
[dem]