Ginandjar Kartasasmita melabuhkan dukungan di pilpres tahun ini ke Jokowi-Jusuf Kalla. Dengan masuknya Ginandjar, makin banyak orang penting di negeri ini yang melabuhkan dukungan ke capres-cawapres nomor urut dua ini.
Apa alasan Ginandjar pilih JoÂkoÂwi-JK? Kenapa tidak mengikuti pilihan Golkar yang mendukung PraÂbowo-Hatta? Berikut wawanÂcara selengkapnya:
Beberapa waktu lalu Agus GuÂÂmiwang, putra Bapak, seÂkaÂrang Bapak sendiri bergabung ke Jokowi-JK. Apakah direnÂcaÂnakan begitu?
Sama sekali tidak. Terus terang saya katakan Agus bergabung ke Jokowi-JK tanpa konsultasi saya. Belakangan baru dia kasih tahu. Saya sendiri waktu itu masih meÂmilih netral.
Sama sekali tidak. Terus terang saya katakan Agus bergabung ke Jokowi-JK tanpa konsultasi saya. Belakangan baru dia kasih tahu. Saya sendiri waktu itu masih meÂmilih netral.
Kenapa sikap Bapak berÂubah?Yah, ada berbagai faktor. IstiÂkharah tentu salah satu yang meÂnentukan. Tapi memang soal PreÂsiden menyangkut kepentingan bangsa, bahkan dalam politik, kepentingan terbesar. Rasanya tiÂdak patut dalam soal begitu penÂting seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab, paling tidak pada dirinya sendiri, untuk tidak mengambil sikap.
Lantas kenapa memilih JoÂkowi-JK?Singkat saja, Pak Jusuf Kalla sudah datang kepada saya, dan keÂmarin Pak Jokowi. Memang itu bukan pertemuan pertama, tapi saya terkesan beliau itu orang yang rendah hati, santun, tulus, jujur dan bersahaja. Satu kata dan perÂbuatan, artinya kata-katanya menÂcerminkan perbuatannya. SaÂya coba cari-cari kesalahannya di waktu yang lalu, nggak ketemu-keÂÂtemu juga. Rasanya justru seÂkaÂrang ini rakyat memerlukan peÂmimpin yang berkarakter seperti itu. Insya Allah, dengan sifat-sifat seÂperti itu bisa menjadi pemimpin yang amanah dan membawa baÂroÂkah buat bangsa kita.
Itu saja?Tentu ada berbagai pertimÂbangÂan lain. Yang utama adalah solidaritas sesama kader Golkar. Di situ ada Pak Jusuf Kalla, beÂliÂau kader Golkar bahkan mantan KeÂtua Umum, maka asumsinya beliau adalah kader partai terbaik. Masa’ tidak kita dukung. Kalau PaÂk Ical yang jadi calon, pasti saya dukung lebih dulu.
Jadi Bapak meninggalkan Golkar?Nggak mungkin itu. Tidak ada sesuatu atau kekuatan apapun di dunia yang dapat memisahkan saya dari Golkar. Saya sudah maÂlang melintang dengan Golkar seÂlama puluhan tahun.
Saya sudah menjadi anggota Dewan Pembina Golkar sejak awal tahun 80-an. SaÂya pernah menjadi Ketua FrakÂsi Golkar di MPR, pada masa tranÂsisi dalam proses reformasi. Dalam masa reformasi saya juga menjadi Pimpinan MPR meÂwaÂkili Golkar.
Saya tidak bilang bahÂwa saya lebih Golkar dari yang lain. Tapi sebaliknya tidak ada orang yang bisa menyatakan diÂrinya lebih Golkar dari saya.
Tapi apa itu tidak memecah suara Golkar dalam pilpres?Suara Golkar sudah pecah pada waktu pengurusnya mendukung paÂsangan partai lain padahal ada kader Golkar yang menjadi calon. Begini, ya, kalau kita bicara soal etika dan moral, kalau kita mengÂhaÂrapkan setiap kader harus loyal pada partai, kita juga mengÂharÂapÂkan partai harus loyal pada kaÂderÂnya. Kalau kita mengharapkan setiap kader membela partainya, kita juga mengharapkan partai memÂbela kadernya. Jangan meÂningÂgalkan kader yang sedang berÂjuang. Golkar partai besar dan terÂtua di Indonesia, banyak kaÂderÂnya yang bagus-bagus, wajar saja kalau diminta pihak lain.
Kita harus bangga dan ikhlas. Kalau partai tidak punya calon sendiri, ngaÂpain repot-repot membuang enerÂgi, biaya dan tenaga menÂduÂkung yang lain padahal ada orang kita sendiri yang sudah jadi calon.
Kenapa Bapak tidak samÂpaiÂkan pandangan itu langsung ke pimpinan Golkar?Sudah, secara terbuka dalam perÂtemuan TriKarya yang digaÂgas Agung Laksono. Juga langÂsung kepada Ical sejak awal. TaÂnya saja pada beliau. SMS saya yang panjang pada beliau masih saya simpan.
Apakah Prabowo atau Hatta, atau Aburizal Bakrie sebagai KeÂtua Umum Golkar pernah meÂÂnemui Bapak meminta duÂkungÂan, seperti Jokowi dan Jusuf Kalla?
Nggak ada, tuh. Tapi bukan itu maÂsalahnya.
Apakah Bapak punya saÂsaran atau kepentingan terÂtentu dengan sikap itu, soalnya ada pengurus Golkar yang biÂlang begitu...Kepentingan apa? Umur saya sekarang 73 tahun. Saya sudah mengabdi di bawah 3 presiden. Saya jadi Menteri 16 tahun, jadi pimÂpinan MPR 5 tahun, Ketua DPD 5 tahun, mau apa lagi? KeÂpentingan saya sekarang adalah melihat bangsa maju dan lebih baik ke depan, di bawah kepeÂmimpÂinan yang amanah.
Bagaimana dampaknya paÂda Golkar? Bisakah terjadi perÂpecahan?Ah tidak. Sudah berkali-kali keÂjadian serupa itu di Golkar. Sesudah pilpres kan bareng lagi, utuh lagi.
Masa’ kita mau hancur-hanÂcuran cuma karena beda pilihan politik. Juga kan tidak ada kaitannya dengan ideologi, baik ideologi bangsa maupun ideologi Golkar.
Bersikap dewasa dan santai-santai sajalah. Jangan saÂling menÂzalimi, saling hargai dan horÂmatilah sesama kader Golkar. ***