Kalangan petani sawit di Indonesia meminta pemerintah memberikan solusi terhadap rencana penolakan tandan buah segar (TBS) sawit milik petani. Permintaan ini terkait pernyataan Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan yang meminta pabrik kelapa sawit (PKS) tidak menerima TBS yang disinyalir berasal dari kawasan konservasi.
“Seharusnya pemerintah memberikan solusi, tidak tiba-tiba mengeluarkan pernyataan seperti itu,†pinta Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Riau Setiyono pada acara 4th International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) di Kuta, Bali, kemarin.
Sebab, kata Setiyono, ketika petani menanam sawit di lokasi konservasi tersebut, tidak mengetahui kalau kawasan itu merupakan taman nasional yang dilarang untuk dijadikan kebun.
“Jelas kami marah kalau TBS kami ditolak pabrik. Ini kebijakan yang sangat tidak bijaksana,†tegasnya.
Harusnya, lanjut Setiyono, pemerintah memberikan solusi persoalan ini. Sebab, saat ini rata-rata kebun milik petani sudah berusia enam tahun sehingga tinggal memetik hasilnya.
“Kenapa tidak sejak dulu saja dilarang, ketika kami menanam. Kami membuka kebun kan membutuhkan modal yang tidak sedikit. Kalau ini benar-benar diterapkan, jelas kami akan rugi. Terus penghidupan kami dari mana,†ungkapnya.
Menurut dia, saat ini dari total kebun sawit yang ada di Provinsi Riau, sekitar 52 persen kebun milik petani dan sawit merupakan sumber penghidupan utama.
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad menyayangkan pernyataan Menhut tersebut di
even internasional itu karena diikuti oleh delegasi berbagai negara.
“Kita membuka borok sendiri di hadapan orang asing yang selama ini memusuhi industri sawit nasional,†kata Asmar.
Menurut dia, pernyataan itu akan menguntungkan kepentingan asing untuk menekan industri sawit nasional.
Apalagi kebun sawit itu sebagian besar dimiliki petani kecil. Kalau pabrik dilarang membeli TBS petani, ini sama saja membunuh penghidupan petani kecil.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, harus dilihat terlebih dahulu apakah kawasan konservasi tersebut ditetapkan setelah ada kebun sawit atau sebaliknya. Jika daerah tersebut dulunya bukan kawasan konservasi, namun tiba-tiba saat ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi, maka pemilik kebun baik itu petani maupun perusahaan tidak salah.
“Apalagi akhir-akhir ini kebijakan yang dikeluarkan Kementerian kehutanan itu semrawut. Bahkan ada
airport yang tiba-tiba ditetapkan kawasan hutan lindung,†kata Firman.
Menyikapi masalah ini, pemerintah seharusnya bijaksana dengan memberikan solusi.
Seperti diketahui Menhut Zulkifli Hasan meminta pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) tidak membeli TBS sawit yang berasal dari kebun yang berada di kawasan konservasi. Sebab penanaman kelapa sawit di lahan konservasi merupakan pelanggaran hukum. ***