Kapolda Metro Jaya, Irjen Putut Eko Bayuseno menolak dikatakan mangkir dari panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, seperti diberitakan Rakyat Merdeka Online pada Senin (10/2) kemarin.
Melalui surat hak jawab nomor B/2174/II/2014/Darto yang diterima redaksi siang ini (Kamis, 13/2), Kabid Humas Polda Metro Jaya, Rikwanto dengan mengatasnamakan Kapolda Metro Jaya menyebut bahwa pemberitaan tersebut sangat merugikan institusinya.
"Pemberitaan tersebut sangat merugikan institusi Polda Metro Jaya dan Kapolda Metro Jaya, karena dapat menimbulkan kesan pada masyarakat bahwa Kapolda Metro Jaya selaku aparat penegak hukum ternyata tidak patuh hukum," papar Rikwanto.
Rikwanto juga menyebut, berdasar hasil konfirmasi terhadap penggugat dan kuasa hukum keluarga (almarhum) Sudarmo Mahyudin, Robi Anugerah Marpaung, yang bersangkutan tidak pernah memberikan pernyataan seperti yang tertera dalam pemberitaan dimaksud. Dikatakan bahwa Robi menyesalkan sikap penyidik polisi atau tim kuasa hukum Kapolda yang tidak hadir dalam persidangan ini.
Rikwanto menjelaskan, perwakilan dari Polda Metro Jaya yakni Kompol Wiyono pada pukul 10.00 WIB tanggal 10 Februari 2014 hadir di sidang guguatan praperadilan terhadap Kapolda Metro Jaya dan bertemu dengan kuasa hukum penggugat, Robi. Kemudian, oleh hakim Puji Rohadi yang memimpin sidang menyatakan bahwa sidang gugatan praperadilan akan dilanjutkan pekan depan Senin, tanggal 17 Februari 2014.
"Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mekanisme dalam gugatan pra peradilan yang dituntut adalah institusi, dalam hal ini adalah Polda Metro Jaya selaku tergugat. Kemudian dalam pelaksanaannya yang menghadiri persidangan selaku tergugat adalah diwakili oleh penyidik atau Bagian Bidkum Polda Metro Jaya yang telah ditunjuk oleh Kapolda Metro Jaya, bukan Kapolda Metro Jaya," demikian Rikwanto.
Praperadilan terhadap Kapolda Metro Jaya ini dilayangkan terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Metro Jaya atas perkara dugaan pemberian katerangan palsu terhadap tersangka Siti Masnuroh, dalam konflik Yayasan Pendidikan Wahidin.
Kasus ini berawal dari konflik internal dan kepengurusan Yayasan Perguruan Wahidin tanggal 15 Agustus 2008 atas diangkatnya mendiang Sudarno Mahyudin sewaktu masih hidup sebagai koordinator perguruan Wahidin.
Kemudian notaris Siti Masnuroh membuat akta nomor 77 tentang Pendirian Yayasan Perguruan Wahidin. Dalam akta itu Sudarno diminta untuk menyerahkan perguruan itu ke tangan Poniman Asnim alias Ke Tong Pho. Namun Sudarno menolaknya, karena dugaan pemalsuan Akta No 77 oleh Notaris Siti dan rekannya Poniman. Keduanya pun diadukan ke Polda Metro Jaya.
Sudarno sendiri meninggal 2 tahun kemudian pada 24 Juli 2010. Selaku Pemohon I dalam praperadilan ini adalah istri (Almarhum) Sudarno Mahyudin dan Pemohon II Kepala Sekolah SMA Yayasan Perguruan Wahidin yang berkedudukan di jalan Pahlawan, No 109 D, Bagansiapi-api, Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
[wid]