Sidang kasus penipuan dan pencucian uang denga terdakwa warga negara Australia, Patrick Morris Alexander (60), sempat memanas. Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan sempat menghambat para wartawan yang meliput.
Awalnya, sidang yang terbuka untuk umum itu beragendakan keterangan saksi. Majelis hakim mempersilakan Jaksa Penutut Umum untuk menghadirkan saksi, namun lantaran saksi berada di luar negeri dan luar kota, jaksa pun hanya membacakan surat keterangan saksi.
"Perkara pidana Patrick Morris Alexander. Agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa, mohon dibacakan," kata Ketua Majelis Hakim, Lendriaty Janis, di persidangan, Rabu (12/2).
Namun di tengah Jaksa membacakan keterangan saksi atas kasus penipuan dan pencucian uang sebesar US$ 1.399.784,yang menyeret WNA Australia bernama Patrik itu, tiba-tiba majelis hakim menghentikan sidang dan terkesan 'panik' banyaknya wartawan meliput. Hakim Ketua pun menegur wartawan televisi yang meliput.
"Kalian dari mana sudah izin ke Humas belum?" kata hakim dengan nada keras ke awak media. Lalu hakim ketua meminta salah seorang hakim anggota Dimyati untuk menjelaskan kepada wartawan yang meliput.
Memang di ruang sidang Mudjono hanya disediakan dua kursi panjang untuk pengunjung sidang. Di kursi itu hanya ada dua pengunjung terlihat hadir. Sedangkan wartawan yang hadir lebih dari 10 orang rata-rata wartawan televisi dan kursi itu tak sanggup untuk menampung. Sebagian wartawan televisi memilih ke luar dari ruang sidang setelah mengambil gambar.
Sebelum sidang digelar pun para wartawan ditegur seorang pengunjung sidang, diduga pihak dari terdakwa. Padahal setiap sidang yang digelar di PN Jaksel terbuka untuk umum dan kerap diliput media, asal tidak mengganggu suasana sidang.
Sidang terdakwa Patrick Morris Alexander (60) selaku Direktur PT. Bengkulu Coal Limited (PT. BCL) telah digelar sejak Agustus 2013 lalu. Dalam kasus pertambangan ini, terdakwa Patrick dituding menipu, dan mencuci uang sebesar US$ 1.399.784, dengan korban bernama Herman Oliver Andreas.
[ald]