Berita

FOTO:NET

Bisnis

Akuisisi PGN Bikin Pertamina Semakin Tak Efisien

RABU, 29 JANUARI 2014 | 11:51 WIB | LAPORAN:

Dibandingkan dengan perusahaan minyak dan gas milik negara lain yang umurnya lebih muda, kinerja Pertamina selama ini dinilai memprihatinkan.

"Pertamina seberapa besar keberhasilan mereka menunjang industri migas ini? Kemajuannya memprihatinkan dibandingkan dengan negara lain yang umurnya lebih muda," kata Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 29/1).

Saat ini, kata Iwa, Pertamina bisa dianggap broker tanpa mampu membangun ladang-ladang minyak baru. Yang ada selama ini Pertamina hanya menjalin kerja sama dengan pihak luar atau dengan kata lain agen pembangunan yang tergantung pada investor asing. Alhasil, target lifting minyak tidak tercapai.


Iwa melanjutkan, pemerintah sebetulnya bisa memberikan petroleum fund kepada Pertamina untuk mampu membangun infrastruktur serta mengekploitasi ladang baru atau lama. Justru yang terjadi, pemerintah mewacanakan Pertamina mengakuisisi Perusahaan Gas Negara (PGN).

"Hal ini akan semakin tidak efisien bagi Pertamina. Menurut saya lebih tepat bahwa Pertamina mengurusi minyak, PGN mengurusi gas, PLN mengurusi Listrik dan di bawah naungan kementrian BUMN dan ESDM bersinergi demi kepentingan bangsa dan sebagai agent pembangunan," terangnya.

Soal akusisi ini, Iwa menilai sebagai wacana yang aneh dan janggal karena tidak menyelesaikan persoalan utamanya. Persoalan utama saat ini adalah Indonesia sangat bergantung pada impor minyak dan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menguras devisa negara dan membebani APBN. Ini terjadi karena lifting minyak terus menurun dan tak ada pembangunan kilang yang memproduksi BBM sejak 1994.

"Pertamina harusnya kan fokus ke situ," katanya.

Ia kembali mengingatkan, betapa besar potensi gas yang dimiliki Indonesia tapi tidak bisa dinikmati oleh rakyatnya sendiri. Hal ini terjadi karena infrastrukturnya tidak terbangun. Ditambah lagi adanya aturan open access serta unbundling di mana terdapat lebih dari 60 broker gas hanya ingin menggunakan infrastruktur yang ada.

"Akhirnya lebih senang ekspor dan akhirnya kebutuhan dalam negeri tidak berkembang, yang menikmati negara lain," imbuh Iwa.

"Kalau akuisisi ini dilaksanakan ya makin tidak efisien karena organisasinya terlalu besar dan akar permasalahannya tidak diselesaikan, akhirnya akan dipaksakan dan menabrak UU. Cilaka, negara ini mau jadi apa," tandasnya.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya