Larangan ekspor mineral akan menimbulkan banyaknya kegiatan penyelundupan. Karena itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri meminta Ditjen Bea dan Cukai lebih ketat mengawasi kegiatan tersebut.
Menurut Chatib, Ditjen Bea dan Cukai akan berusaha mengatasi penyelundupan akibat larangan ekspor mineral mentah.
“Penyelundupan semakin tinggi terjadi pada mineral mentah. Kalau dengan bea keluar paling ada catatan yang kurang, karena barang tidak ada makanya mereka cari yang lain,†ujarnya.
Kendati dia yakin akan ada penyelundupan ekspor mineral mentah ini, namun persentasenya lebih kecil dibanding barang mineral yang sudah diproses. “Saya tidak mengingkari, linkage pasti ada tapi harusnya lebih kecil dari yang diproses,†katanya.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengancam akan menangkap bos perusahaan tambang yang masih melakukan ekspor mineral mentah pasca 12 Januari 2013.
Menurut dia, jika melanggar pelaksanaan Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, akan ada konsekuensi yang harus ditanggung perusahaan pertambangan.
“Tidak ada lagi ekspor mineral mentah gelondongan, tidak boleh. Kalau ada mineral mentah diekspor, tangkap, karena itu melanggar undang-undang,†tegas Hatta.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Andin Hadiyanto mengatakan, telah menetapkan enam jenis barang tambang yang dikenai bea keluar (BK) progresif untuk ekspor.
Keenam jenis barang tambang tersebut antara lain tembaga, besi, mangan, seng, timbal dan besi iluminante dengan presentase konsentrat masing-masing.
“Kemenkeu telah mengeluarkan regulasi turunan dari Undang-Undang No.4 Tahun 2009 mengenai pelarangan ekspor bahan tambang mineral mentah berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang didalamnya mengatur enam jenis bahan yang dikenakan bea keluar progresif,†jelasnya.
Menurut dia, penetapan PMK ini merupakan kompromi pemerintah terkait protes dari kalangan pengusaha tambang mineral karena tidak siap mengolah bahan mentah dengan berbagai alasan.
Andin menjelaskan, enam barang hasil tambang itu antara lain konsentrat tembaga yang kadarnya di atas 15 persen, konsentrat besi yang kadarnya di atas 62 persen dan di atas 10 persen, konsentrat mangan yang kadarnya di atas 49 persen.
Kemudian, konsentrat timbal yang kadarnya di atas 57 persen, konsentrat seng yang kadarnya di atas 52 persen dan konsentrat besi iluminante yang kadarnya di atas 58 persen serta konsentrat titanium yang kadarnya di atas 58 persen.
Regulasi ini akan berlaku selama tiga tahun hingga ekspor bahan mentah dilarang sepenuhnya pada 2017. “Jadi bea keluar (progresif) dikenakan untuk hasil tambang yang boleh diekspor,†ujar Andin.
Untuk konsentrat tembaga yang kadarnya di atas 15 persen, pada semester pertama dikenakan bea keluar 25 persen yang akan berlaku tetap selama 2014. Pada 2015 tarif bea keluar tersebut naik jadi 30 persen pada semester I jadi 40 persen pada semester II. Sementara tahun 2016 tarif tersebut naik jadi 50 persen pada semester I dan jadi 60 persen pada semester II.
Sedangkan untuk hasil tambang lainnya, tarif bea keluar yang dikenakan 20 persen dengan kenaikan serupa hingga mencapai 60 persen pada semester II di tahun 2016.
Regulasi ini, kata Andin, dinilai cukup positif karena masih memberikan kelonggaran pada industri domestik untuk meningkatkan proses produksi yang lebih tinggi. ***