Berita

Gas 12 Kilo

On The Spot

Harga Gas 12 Kilo Naik, Warga Beralih Ke Gas Melon

Stok 1 Truk Langsung Ludes Dalam Sehari
SABTU, 04 JANUARI 2014 | 10:06 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Aam, warga Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten menyiapkan makan siang untuk keluarganya. Menunya sayur lodeh. Mulai dari kacang panjang, labu dan terong telah diceburkan ke panci berisi air santan kelapa.

Sayur belum matang, api biru yang keluar dari kompor meredup lalu padam. Gas 3 kilogram yang dipakai untuk memasak habis. Secepat kilat, ibu dua putra itu mengangkat telepon menghubungi Warung Barokah, pengecer gas elpiji tak jauh dari rumahnya.

Gas 3 kilogram atau gas melon yang dipesannya tak ada. Ia pun memesan gas ukuran 12 kilogram. Ia pun kaget ketika diberitahu harga terbaru gas tabung berwarna biru itu Rp 130 ribu. Tak punya pilihan, dia pun memesan gas ukuran itu untuk melanjutkan memasak.

Selang 30 menit, Slamet, pengantar gas dari Warung Barokah datang. Menggunakan motor dengan gerobak di belakangnya, dia mengangkut lima tabung gas berukuran 12 kilogram. “Lagi kosong tabung kecil. Sejak tahun baru nggak ada,” kata Slamet sambil memasangkan gas 12 kilogram di kompor dapur Aam.

“Kok naik terus Mas Slamet? Kapan turunnya,” tanya Aam.

“Dari agennya sudah naik. Naiknya juga nggak bilang-bilang Bu,” jawab Slamet.

Pemasangan selesai tidak sampai 3 menit. Kompor kembali menyala. Aam lalu menyerahkan tiga lembar uang pecahan Rp 50 ribu kepada Slamet. Pria bertubuh kurus itu mengeluarkan selembar uang pecahan Rp 20 ribu untuk kembalian. Harga yang naik begitu saja, membuat Aam komplein.

Slamet mengungkapkan sejak tahun baru, harga gas 12 kilogram di wilayah ini terus naik. Awalnya, Rp 125 ribu. Dalam dua hari, harga kembali naik jadi Rp 130 ribu.

Harga gas melon juga naik. Pada Desember, harga gas 3 kilogram itu masih Rp 17 ribu. Kini sudah Rp 18 ribu. Lantaran harga gas terus naik, Slamet kerap dikomplein para pelanggan di perumahan ini. Ia pun selalu berkelit bahwa harga dari agen sudah naik sehingga pengecer ikut menaikkannya.

Slamet mengungkapkan, sejak harga gas 12 kilogram naik, banyak orang yang beralih ke gas melon. “Stok gas 3 kilo jadi cepat habis. Soalnya warga banyak yang beralih,” katanya sambil menyalakan sepeda motornya untuk mengantar pesanan gas ke tempat lain.

Penelusuran Rakyat Merdeka, di Kelapa Dua, hampir semua toko kehabiskan stok gas 3 kilogram, termasuk empat mini market terkenal. “Belum dikirim dari agen,” ujar perempuan di meja kasir mini market Indomaret.

Toko RO Indoniaga di Jalan Medang Lestari Blok C7 A14 yang menjadi pengecer gas masih memiliki stok gas 3 kilogram. Jumlahnya tak banyak. Sisa 25 tabung. Menurut Nur, penjaga toko, stok gas ini untuk warga perumahan Medang.

Harga gas di toko ini juga naik. Untuk gas ukuran 3 kilogram Rp 16 ribu. Sedangkan harga gas 12 kilogram Rp 125 ribu. Kata Nur, harga itu untuk hari ini. “Nggak bisa jamin harga tidak naik besok,” katanya.

Toko yang ditunggui Nur cukup luas. Empat kios dijadikan satu. Luasnya 8x10 meter persegi. Toko ini menjual gas berbagai ukuran mulai dari 3 kg, 12 kg hingga Blue Gaz. Selain gas, toko juga melayani isi ulang air minum.

Pria yang telah lebih dari dua tahun bekerja di toko mengatakan banyak orang bukan warga Medang yang mencari gas 3 kilogram. Mereka berasal dari Kelapa Dua, Legok, Perum hingga Karawaci. Akibatnya, stok elpiji di toko cepat habis. “Setiap hari turun satu truk tapi dalam sehari langsung habis,” katanya. Satu truk bisa memuat 560 gas melon.

Bagaimana dengan stok gas 12 kilogram? Ia lalu menunjukkan tumpukan gas 12 kilogram. Stoknya masih banyak. Kata dia, warga enggan memesannya karena harganya mahal. “Yang biasanya pakai 12 kilogram sekarang pindah ke 3 kilogram,” katanya.

PT Oxytalia Mekar Gasia, agen gas di Taman Alfa Indah, Joglo, Jakarta Barat masih memiliki banyak stok gas 12 kilogram maupun 12 kilogram. Namun harga kedunya sudah naik.

Menurut Ma’mun, satpam perusahaan ini harga gas naik per 1 Januari 2014. Gas 3 kilogram naik jadi Rp 14 ribu. Sedangkan gas ukuran 12 kilogram Rp 125 ribu.

“Pengecer dan pedagang biasanya pagi-pagi ke sini. Nggak antre sih. Stok aman hanya harganya naik,” kata dia.

Edy, pedagang es kelapa muda di kawasan Jalan Raya Joglo memilih membeli gas 3 kilogram di agen. Alasannya lebih murah ketimbang di pengecer. “Kalau di agen itu 14 ribu. Di warung bisa Rp 18 ribu,” ujarnya.

Ia biasanya membeli di agen gas PT Oxytalia Mekar Gasia dengan naik sepeda. Edy sempat kaget ketika diberitahu harga gas 3 kilogram ikut terkerek naik Rp 1.000. Selama ini, ia memakai gas untuk masak gula campuran es kelapa.

Mahal, Pemesanan Gas Tabung Biru Turun Drastis

Lima pegawai di toko tanpa papan nama di Jalan Raya Petukangan Utara, Jakarta Selatan terlihat sibuk memindahkan puluhan tabung-tabung gas ukuran 3 kg dari gudang ke motor yang memiliki gerobak di bagian belakang.

Ada dua motor yang siap mengantarkan gas ke sejumlah tempat di kawasan itu. Joko mengomandoi lima karyawannya agar bekerja lebih cepat lantaran mulai gerimis.
“Kita buka toko sejak 4 tahun lalu. Emang nggak ada namanya,” kata Joko sembari menunjukkan rumahnya yang disulap menjadi gudang gas dan penjualan air mineral.

Sambil membawa catatan dan pulpen, Joko menghitung gas yang telah kosong maupun gas yang masih terisi. Penempatan tabung yang masih kosong dengan yang masih terisi dibedakan. Gas yang sudah kosong ditaruh di depan toko. Tujuannya agar mudah diangkut ke truk yang akan datang esok pagi.

Menurut Joko, dia menjual gas 3 kilogram Rp 18 ribu. Sebelum tahun baru, harganya masih berkisar Rp 15-16 ribu.

Sedangkan harga gas 12 kilogram Rp 135 ribu. Sebelumnya Rp 90 ribu. “Gas hijau (3 kilogram) kita belinya Rp 14 ribu. Kalau biru (12 kilogram) Rp 129 ribu,” bisiknya.

Dari setiap penjualan gas 3 kilogram dia memperoleh untung Rp 4 ribu. Sedangkan keuntungan penjualan satu gas 12 kilogram Rp 6 ribu.

“Warga juga tahu sama tahu kalau dollar lagi tinggi, harga juga meninggi,” ujar Joko.
Menurut Joko, meski harga gas melambung tinggi, order di tokonya tidak pernah surut.

Setiap hari tokonya menerima kiriman 120 tabung gas 3 kilogram. Stok itu ludes dalam satu hari. Ketika ditemui sore kemarin, hanya tersisa 15 tabung di tokonya.

Sedangkan stok gas ukuran 12 kilogram masih banyak. Joko mengungkapkan, dalam seminggu pemesanan gas ukuran ini hanya 20-30 tabung. Pemesanan berkurang sejak harganya jadi mahal. “Untuk stok kita selalu aman. Nggak pernah kehabisan,” kata Joko.

Selama ini, lanjut dia, tokonya hanya melayani penjualan gas untuk warga dekat-dekat saja. Ia tak melayani pemesan gas di luar Petukangan. Sebab, bisa kena sanksi. “Bisa tutup usaha kita,” pungkasnya.

Ini Alasan Pertamina Naikkan Harga Gas

Kenaikan harga gas elpiji ukuran 12 kilogram seolah menjadi hadiah tahun baru dari PT Pertamina (Persero) kepada rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, tanpa sosialisasi, per 1 Januari 2014, harga di tingkat agen melejit dari Rp 70.200 menjadi Rp 117.708 per tabung.

Kenaikan harga mendadak itu diamini Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mudakir. Dikatakannya, pihaknya memang sengaja tidak melakukan sosialisasi sebelum menaikkan harga untuk mencegah aksi penimbunan gas oleh oknum tidak bertanggung jawab.

“Gas 12 kilogram ini unik, kalau disosialisasi bisa dimanfaatkan untuk menimbun, lagi pula (jika disosialisasikan) masyarakat belum melakukan persiapan dengan membeli gasnya, karena kan harus menunggu habis. Jadi biar tidak ada kesempatan agen atau oknum tertentu untuk menimbun, biar tidak terganggu ulah oknum,” ujar Ali.

Menurut dia, tak ada yang dilanggar Pertamina ketika menaikkan harga gas 12 kilogram tanpa sosialisasi. Ia lalu mengutip ketentuan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2009. Disebutkan, jika harga elpiji non subsidi (12 kg) ditetapkan oleh badan usaha yaitu Pertamina.

“Kami memang tidak pernah minta izin, karena aturannya tidak mewajibkan meminta izin, yang ada dilaporkan ke Menteri,” katanya.

Ali juga mengatakan, jika dihitung dengan pertimbangan harga elpiji Aramco (pasar gas dunia), telah terjadi kenaikan harga sebesar 1.172 dollar AS per metrik ton. Artinya, jika mengikuti kurs rupiah saat ini, harga elpiji per kilogram sekitar Rp 13 ribu.

“Belum ditambah komponen seperti margin agen, filling fee, filling cost dan transport, sekarang mungkin sudah di atas Rp 15 ribu,” jelasnya.

Kata Ali, jika Pertamina tetap menjual elpiji tetap pada kisaran Rp 5.000 per kilogram maka kerugian yang diterima perusahaan plat merah ini semakin besar. “Itu ruginya makin besar dan malah akan mengganggu keberlangsungan suplai. Perusahaan mana yang mau bertahan berbisnis kalau rugi besar dan terus menerus,” katanya.

Untuk saat ini, lanjut Ali, harga elpiji naik disesuaikan dengan jarak agen pengecer dari stasiun pengisian gas. Jika berjarak kurang lebih 30 kilometer maka harga elpiji tersebut berkisar Rp 122 ribu. “Paling mahal radius 100 km itu tapi cuma beda Rp 1000, itu Rp 123 ribu, tergantung jarak dan ongkos kirim dia,” tandasnya. Dengan kenaikan ini pun, Pertamina masih ‘jual rugi’ Rp 2.100 per kilogram.

Sebelum menaikkan harga gas 12 kilogram, Pertamina mengklaim rugi Rp 5,7 triliun per tahun. Dalam enam tahun, Pertamina mengklaim akumulasi kerugian mencapai Rp 22 triliun.

 â€œKondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi karena tidak mendukung Pertamina dalam menjamin keberlangsungan pasokan elpiji kepada masyarakat,” ujar Ali.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, setiap tahun Pertamina selalu mendapat peringatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebab hasil audit menunjukkan Pertamina selalu mengalami kerugian menjual produk elpiji. “Masalahnya juga Pertamina kebingungan karena ada rekomendasi BPK yang berulang-ulang menyatakan bahwa kerugian itu, kenapa Pertamina tidak merespons,” kata Bambang.

Ia menndaskan produk elpiji 12 kilogram bukan lagi merupakan barang yang disubsidi pemerintah. Pertamina harusnya bisa mengambil keputusan sendiri tanpa perlu restu pemerintah. “Ini kan yang disubsidi adalah elpiji 3 kilogram, tapi 12 kilogram itu nggak disubsidi, makanya jadi masalah,” ujarnya.

Bambang menyarankan setiap kebijakan yang akan diambil Pertamina harus disesuaikan dengan perekonomian nasional, Pertamina sempat beberapa kali menunda rencana kenaikan harga elpiji 12 kilogram. Baginya, bila kenaikan harga elpiji waktunya tidak tepat maka berdampak pada ekonomi masyarakat.
“Jadi memang buat Pertamina sendiri menyulitkan,” pungkasnya. ***

Populer

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Anak Usaha Telkom Hadirkan DreadHaunt, Gim Bergenre Survival Horror

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:57

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

2 Jam 1 Meja

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:40

Dua Mantan Pegawai Waskita Karya Digarap Kejagung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:38

KPK Sita 7 Mobil dan Uang Rp1 Miliar usai Geledah 10 Rumah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:24

Bareskrim Bakal Bongkar Puluhan Artis dan Influencer Terlibat Promosi Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 00:42

Mudahkan Warga Urus Paspor, Imigration Lounge Kini Hadir di Mal Taman Anggrek

Rabu, 09 Oktober 2024 | 00:19

KPK Cekal 5 Tersangka Korupsi Pencairan Kredit Usaha Bank Jepara Artha

Selasa, 08 Oktober 2024 | 23:52

Polisi Tangkap Penyekap Bocah 12 Tahun Selama Seminggu di Kalideres

Selasa, 08 Oktober 2024 | 23:42

KPK Usut Dugaan Korupsi Pencairan Kredit Usaha BPR Bank Jepara Artha

Selasa, 08 Oktober 2024 | 22:52

Selengkapnya