Berita

ilustrasi, perajin tempe dan tahu

On The Spot

Cuma Untung Rp 200/Potong Tak Sanggup Bayar Pekerja

Harga Kedelai Melambung, Perajin Tempe Menjerit
SELASA, 27 AGUSTUS 2013 | 10:15 WIB

Para perajin tempe dan tahu terkena dampak dari melambungnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. Pasalnya, bahan baku untuk membuat penganan itu masih impor. Saat ini, harga kedelai mencapai Rp 9.200 per kilogram (kg). Padahal, sebelum lebaran masih Rp 7.800 per kg.

Slamet, pemilik industri kecil di Kampung Bojong Nangka, Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, harus turun tangan membuat tempe di halaman belakang rumahnya. Sebelumnya dia mempunyai tiga pekerja. Kini, tinggal seorang.

Dua pekerja dihentikan karena Slamet tak mampu membayar upah mereka. Kenaikan harga bahan baku kedelai membuat keuntungannya dari membuat tempe tergerus dalam.


Bersama Nurohman, satu-satunya pekerjanya, Slamet mengepak kacang kedelai yang sudah dimasak ke dalam plastik sepanjang 1,5 meter dengan lebar 10 cm. Kacang kedelai itu akan dijadikan batangan tempe.

“Sudah bersih, kita beri ragi, terus dibungkus. Hari ketiga, sudah siap dijual,” papar Slamet.

Kedelai yang dipakai untuk membuat tempe diimpor dari Amerika. “Kalau pakai (kedelai) lokal, sulit mengembang,” katanya.

Ukuran batangan tempe yang dibuat Slamet terlihat lebih kecil. Ia mengaku ukuran tempe dikurangi 2 cm lantaran harga kedelai naik dalam sepekan terakhir. “Akal-akalan kita aja buat memperkecil ukuran,” ujar Slamet.

Memperkecil ukuran tempe dipilihnya ketimbang menaikkan harga. Sebelumnya, Slamet menjual tempe ukuran 8 ons seharga Rp 5 ribu. Harga jual tempe tak dinaikkan, tetap Rp 5 ribu. Namun ukuran diperkecil dari 5 ons.

Lantaran memperkecil ukuran tempe, Slamet diprotes pedagang pasar maupun pedagang sayur keliling langganannya. Mereka minta ukuran tempe tetap seperti semula: 8 ons. “Kita buat juga yang 8 ons, tapi harga kita naikkan 1.000 rupiah,” ujarnya.

Dari setiap tempe ukuran 5 ons yang dibuatnya, Slamet hanya mengantongi untung Rp 200. Dengan keuntungan yang sangat tipis itu, Slamet tak mampu membayar upah tiga pekerjanya. Ia pun memutuskan memberhentikan dua pekerjanya.

Walaupun keuntungan tipis, Slamet tetap memproduksi tempe. “Untuk sekarang malah tekor, diusahain terus muter. Soalnya, ini usaha turun menurun,” kata pria yang tidak memiliki keahlian selain membuat tempe.

Tingginya harga kedelai saat ini membuat Slamet tak bisa banyak menyetok bahan baku pembuatan tempe itu. Sebelum harga naik, dia bisa menyetok 60 karung kedelai seberat 3 ton untuk produksi tempe selama sepekan.

Kini, dia hanya berani menyetok 30 karung. Itu pun dia perlu berutang kepada agen kedelai. “Kebetulan saya akrab dengan agen. Begitu kedelai habis, baru kita bayar,” katanya.

Selama 12 tahun menekuni usaha pembuatan tempe, Slamet belum pernah menggunakan kedelai lokal. Ia mau saja menggunakan kedelai lokal asalkan kualitasnya sama dengan kedelai impor dari negeri Paman Sam.
“Agen juga jarang jual yang lokal,” katanya.

Slamet berharap, pemerintah mampu mendongkrak nilai tukar rupiah terhadap dolar, sehingga harga kedelai bisa turun. Ia memperkirakan bakal banyak perajin tempe dan tahu yang gulung tikar jika harga kedelai seperti sekarang.

Industri pembuatan tempe milik Slamet mulai berproduksi sejak pukul 7 pagi hingga 5 sore. Tempat pembuatan tempe berada di samping kiri rumahnya. Di ruangan berukuran 3x5 meter yang pengap dan lembab ini, kedelai difermentasi menjadi tempe.

 Rak-rak kayu di ruangan ini dipenuhi batang-batang kedelai yang dibungkus plastik.
Sementara halaman belakang rumahnya digunakan untuk mengolah kacang kedelai.

 Mulai dari merebus, merendam, mengupas, hingga menggiling kedelai. Lima tong berisi kedelai dan sebuah mesin giling ditempatkan di halaman berukuran 2x3 meter itu.

Untuk membuat satu batangan tempe butuh waktu tiga hari. Hari pertama, kacang kedelai direbus dan direndam dengan air semalaman. Hari kedua mengupas kulit kedelai. Pengupasan dilakukan dengan tangan maupun mesin giling.

Setelah bersih, kedelai dibungkus plastik dan diberi ragi. Lalu dibiarkan sampai membentuk tempe. Batang tempe yang sudah jadi lalu dipotong-potong. Sejak harga kedelai naik, batang tempe dipotong-potong jadi ukuran 5 ons.

Dalam sehari, Slamet menghabiskan 150 kilogram kedelai untuk membuat tempe. Ia mengurangi produksi untuk menekan kerugian. Saat puasa lalu, dalam sehari dia menghabiskan kedelai sampai 200 kilogram.

Adzan Ashar berkumandang, pekerjaan Nurohman, masih menumpuk. Puluhan bungkus kedelai ukuran 5 ons, dikemasnya ke dalam kantong plastik. Mulut kantong plastik lalu direkatkan dengan api lilin.

Pria asli Cirebon itu bersyukur tak ikut diberhentikan. Meski upahnya hanya Rp 500 ribu per bulan, Nurohman mengaku betah bekerja di tempat pembuatan tempe milik Slamet.

Bekerja di sini, dia mengaku bisa menimba ilmu cara membuat tempe. “Insya Allah, kalau ada modal mau punya (industri tempe) sendiri,” bisiknya.

 Pria lulusan sekolah dasar itu mengaku tidak punya keahlian. Ia direkrut Slamet dan diajarkan cara membuat tempe. Lantaran penghasilannya kecil, Nurohman tak berani mengajak keluarga. Istrinya ditinggalkan di Cirebon.

Ia berharap, harga kedelai bisa turun sehingga usaha pembuatan tempe ini bisa semakmur dulu. “Tahun lalu lumayan lah. Sekarang bertahan sama Pak Slamet aja,” pungkasnya.

Naikkan Harga, Diprotes Pembeli

Naiknya harga kedelai membuat Kalim, pedagang di Pasar Kelapa Dua, Karawaci, Kabupaten Tangerang tak berani menyediakan tempe dalam jumlah banyak. Kini, dia hanya menyediakan 15 papan tempe setiap hari.

Harga per papan tempe ukuran 10x20 dijualnya seharga Rp 6 ribu. Sebelumnya dia menjual Rp 4 ribu per papan. Menurut Kalim, sejak harga tempe naik, pembeli berkurang. Ia pun kerap diprotes pembeli lantaran harga tempe naik.

“(Pembeli) pada ngambek sampai berantem mulut. Pada nggak percaya mahal dari sananya (perajin tempe),” kata Kalim. Hingga pukul empat sore, tempe jualannya belum habis. Masih tersisa dua papan tempe ukuran 10x20 cm.

Lima tahun berdagang di pasar ini, Kalim memperoleh tempe dari saudaranya yang jadi perajin teme di Kalideres, Jakarta Barat.

“Kata saudara saya, tempe lagi lesu. Harga kedelai naik. Kurang modal. Daun pisang (untuk pembungkus tempe) aja beli,” ungkap pria asal Pekalongan ini.

Tidak hanya tempe, harga tahu yang juga bahan bakunya kedelai juga naik.

Sebelumnya, tahu kotak ukuran 10x10 cm dijual seharga Rp 2.500. “Tahu putih sekarang kita jual 3.000,” ungkap Kalim.

Setiap kali perajin menaikkan harga tempe dan tahu, Kalim pun ikut menaikkan harga jual ke pembeli di pasar. Sebenarnya dia masih bisa memperoleh untung. Namun, jumlah pembeli tahu dan tempe menurun drastis sejak harganya naik. Keuntungan Kalim pun ikut anjlok.

Untuk bisa tetap meraih untung, Kalim berjualan selain tempe dan tahu. Kini, di lapaknya dia menjajakan daging olahan seperti bakso dan sosis.

Menurut Kalim, keuntungan dari berjualan produk daging olahan bisa menutupi penjualan tempe dan tahu yang tengah lesu.

“Saya jualan sampai sore, paginya banyak beli sayur, sore kita jualan daging-daging olahan,” kata Kalim yang ditemani seorang pembantunya saat berjualan di pasar berkonsep modern itu. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya