Berita

Roberth Stephen Ford/net

Dunia

Tuduhan Serius, Dubes AS di Belakang Senjata Kimia Suriah

SENIN, 26 AGUSTUS 2013 | 01:16 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Roberth Stephen Ford dituding berada di belakang aksi kekerasan yang menggunakan senjata kimia di sejumlah kota di Suriah.

Robert Ford adalah diplomat senior Amerika Serikat yang bertugas sebagai Dutabesar AS di Suriah sejak Desember 2010 sebelum ditarik pulang pada Oktober 2011. Kementerian Luar Negeri AS menarik Robert Ford pulang menyusul ancaman terhadap keselamatan dan jiwanya.

Sebelum bertugas di Suriah, Robert Ford adalah Dutabesar AS untuk Aljazair antara 2006 hingga 2008. Dua bulan setelah Robert Ford bertugas di Suriah, gerakan perlawanan terhadap Bashar Assad pun muncul ke permukaan memanfaatkan gelombang Arab Spring Uprising yang dimulai dari Tunisia.

Tudingan bahwa Ford berada di balik serangan senjata kimia di sejumlah kota di Suriah disampaikan Chargé d'Affaires Kedutaan Besar Suriah untuk Indonesia, DR. Bassam Alkhatib, dalam pembicaraan dengan Rakyat Merdeka Online dua pekan lalu di kantornya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Robert Ford, ujar Bassam, adalah pengikut John Dmitri Negroponte. Ketika menjadi Dutabesar AS di Honduras antara 1981 hingga 1985, Negroponte memainkan peranan yang cukup penting dalam membangun milisi Kontra Nikaragua dari Honduras.

Setelah menyelesaikan tugas sebagai Direktur Intelijen Nasional, pada tahun 2004 Negroponte ditugaskan sebagai Dutabesar AS di Irak hingga 2005. Selama di Irak ia menjalin hubungan dengan kelompok oposisi untuk melemahkan penguasa Irak, persis seperti yang dilakukan AS pada perang saudara di El Salvador antara 1979 hingga 1992 -- ini yang membuat strategi itu dikenal luas dengan nama "Salvador Option".

John Negroponte dipercaya sebagai pendiri Death Squad in Amerika Latin. Tahun 2004 ia bertugas sebagai Dutabesar AS di Irak, dan ketika itu asisten pertamanya adalah Robert Ford yang kemudian ditugaskan sebagai Dutabesar di Suriah pada 2010. Fakta ini membuat Bassam yakin bahwa Robert Ford adalah salah seorang pendiri Death Squad di Suriah.

"Mereka (Death Squad yang digalang Robert Ford) mengunjungi desa-desa terpencil, membunuh penduduknya. Lalu memotret dan menayangkan kerusakan akibat serangan itu di YouTube. Mereka sangat pintar melakukan hal ini dengan bantuan media internasional," kata Bassam lagi.

Bassam juga mengatakan, pihaknya bersedia bekerjasama dengan dunia internasional untuk mengusut penggunaan senjata kimia dalam konflik di Suriah. Tahun lalu, sebutnya, Suriah memberikan dokumen yang berkaitan dengan penyerangan di Khan Al Assal. Pemerintah Suriah menemukan bukti bahwa pihak pemberontak yang dikendalikan asing menggunakan senjata kimia dalam serangan itu.

Ketika itu PBB, menurut Bassam, setuju untuk mengirimkan tim penyelidik ke desa tersebut. Namun Amerika Serikat bersikeras menolak, karena menginginkan penyelidikan dilakukan di seluruh wilayah Suriah. Permintaan ini tentu ditolak Suriah.

Akhirnya, adalah Rusia yang menyelidiki serangan senjata kimia di Khan Al Assal, dan menemukan bukti bahwa kelompok pemberontak lah yang menggunakan senjata kimia dalam serangan tersebut. Hasil penyelidikan Rusia itu telah diberikan utusan Rusia, Vitaly Churkin, kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon. [guh]

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

KSST Yakin KPK Tindaklanjuti Laporan Dugaan Korupsi Libatkan Jampidsus

Jumat, 24 Januari 2025 | 13:47

UPDATE

HUT Ke-17 Partai Gerindra, Hergun: Momentum Refleksi dan Meneguhkan Semangat Berjuang Tiada Akhir

Senin, 03 Februari 2025 | 11:35

Rupiah hingga Mata Uang Asing Kompak ke Zona Merah, Trump Effect?

Senin, 03 Februari 2025 | 11:16

Kuba Kecam Langkah AS Perketat Blokade Ekonomi

Senin, 03 Februari 2025 | 11:07

Patwal Pejabat Bikin Gerah, Publik Desak Regulasi Diubah

Senin, 03 Februari 2025 | 10:58

Kebijakan Bahlil Larang Pengecer Jual Gas Melon Susahkan Konsumen dan Matikan UKM

Senin, 03 Februari 2025 | 10:44

Tentang Virus HMPV, Apa yang Disembunyikan Tiongkok dari WHO

Senin, 03 Februari 2025 | 10:42

Putus Rantai Penyebaran PMK, Seluruh Pasar Hewan di Rembang Ditutup Sementara

Senin, 03 Februari 2025 | 10:33

Harga Emas Antam Merosot, Satu Gram Jadi Segini

Senin, 03 Februari 2025 | 09:58

Santorini Yunani Diguncang 200 Gempa, Penduduk Diminta Jauhi Perairan

Senin, 03 Februari 2025 | 09:41

Kapolrestabes Semarang Bakal Proses Hukum Seorang Warga dan Dua Anggota Bila Terbukti Memeras

Senin, 03 Februari 2025 | 09:39

Selengkapnya