Sidang perkara suap penyidikan pajak PT The Master Steel (TMS) digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Timur Hario Damar ditegur hakim karena mengaku tidak tahu detail isi berkas penyidikan, tapi menandatanganinya.
Sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi untuk terdakwa Direktur Keuangan PT TMS Diah Soemedi dan dua anak buahnya, Effendy Komala dan Teddy Muliawan ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto.
Ada delapan saksi yang dihadirkan, antara lain Hario Damar, Direktur Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiono, Konsultan Pajak PT TMS Ruben Hutabarat, Direktur PT TMS Istanto Burhan, Admin Penjualan PT TMS Li Chao She alias Acay, dan Pembantu Pajak Pembelian PT TMS yang juga ipar Diah Soemedi bernama Diah Chan. Sidang dimulai pukul 9.30 pagi. Saksi pertama yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK adalah Hario Damar.
Dalam kesaksiannya, Hario menyatakan bahwa pihaknya menugaskan Eko Darmayanto dan M Dian Irwan sebagai penyidik yang mengusut kasus pajak PT TMS. Pengusutan itu dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan penjualan Rp 1,003 triliun, namun tidak dilaporkan PT TMS. Penjualan atau penerimaan perusahaan itu terjadi pada 2008. Dalam kasus ini, Eko Darmayanto (ED) dan M Dian Irwan (MDI) sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari pihak penerima suap.
Selama menindaklanjuti bukti permulaan sampai mengajukan surat perintah penyidikan (sprindik), Hario mengaku mendapat laporan positif dari Eko. Dia pun mengatakan, yang getol mendorong perkara manipulasi pajak PT TMS dinaikkan ke penyidikan adalah Eko. “Laporannya positif terus. Katanya, semua bukti bisa ditemukan. Katanya, mereka sering koordinasi dengan kejaksaan.â€
Lantaran itu, Hario mengakui membubuhkan tanda tangan dalam berkas penyidikan kasus pajak PT TMS. Berkas itu kemudian diajukan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. “Saya memang memberikan tanda tangan di berkas tersebut,†ujarnya.
Namun, Hario mengaku tidak mengetahui detail isi berkas yang diajukan Eko dan Dian itu. Soalnya, Haryo sedang berada di tengah-tengah rapat saat menandatangai berkas tersebut. “Ketika saya sedang rapat, mereka datang meminta tanda tangan. Saya tidak ngecek,†katanya.
Jawaban Haryo itu membuat anggota majelis hakim Ugo geram. Ugo kontan mencecarnya. Dia bertanya, mengapa Hario membubuhkan tanda tangan tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu.
“Jangan dibuat-buat. Mereka ini penyidik. Mereka itu di bawah Saudara,†tegas Ugo. “Saya saat itu tanda tangan saja, karena tidak mau menghalangi proses ke kejaksaan,†alasan Hario.
Ugo kemudian mempertanyakan, apakah Hario paham mengenai prosedur penyidikan pajak dan pemberkasan perkara. Soalnya, Eko dan Dian melampaui batas kewenangan mereka karena secara sepihak mengantar berkas perkara pajak PT TMS ke Kejaksaan Tinggi DKI.
Ugo pun curiga, kenapa Hario tidak mengawasi atau mempercayakan begitu saja penyidikan perkara pajak tersebut kepada Eko dan Dian. Dicecar begitu, Hario menyatakan kurang paham penyidikan pajak. “Saya kurang paham, karena baru kali itu ikut dalam penyidikan pajak,†alasannya.
Dia pun mengaku merasa dibohongi Eko dan Dian. Sebab, dua anak buahnya itu selalu memberikan laporan yang bagus mengenai kemajuan penyidikan perkara PT TMS.
“Tapi, saat pengajuan berkas ke Kejaksaan Tinggi DKI, saya merasa dibohongi karena tandatangan saya dimanfaatkan dan tanpa persetujuan saya,†aku Hario.
Berdasarkan surat dakwaan, Dian dan Eko sengaja mengirimkan berkas yang tidak lengkap ke kejaksaan pada 7 Mei 2013. Dengan begitu, berkas tersebut nantinya akan ditolak kejaksaan. Sehingga, Eko dan Dian memiliki alasan untuk menghentikan penyidikan kasus pajak PT TMS.
Sidang ditunda untuk sholat Jumat. Seusai sholat Jumat, sidang dilanjutkan dengan menghadirkan konsultan pajak PT TMS Ruben Hutabarat. Dalam kesaksiannya, Ruben menyatakan bahwa sejak awal inisiatif penyelesaian perkara pajak PT TMS berasal dari Eko dan Dian. “Pak Eko minta Rp 150 miliar untuk menghentikan penyidikan pajak Master Steel,†ungkap Ruben.
Pihak PT TMS pun pernah tiga kali bertemu Dian dan Eko untuk membahas masalah pengurusan pajak tersebut. Tiga tempat tersebut yaitu di Hotel Kartika Chandra, Amaris, dan Hotel Borobudur.
Ruben mengaku hadir dalam tiga pertemuan tersebut. Namun, Ruben yang menjadi konsultan pajak PT TMS sejak April 2013 ini mengaku, pihak perusahaan bersikap pasif terhadap permintaan Eko dan Dian. “Saya kaget mengapa pada akhirnya ada penyerahan uang. Soalnya, sejak awal saya bilang, selesaikan di jalur hukum,†akunya.
Kilas Balik
Pendapatan 1 Triliun Dilaporkan Sebagai Pinjaman
Berdasarkan surat dakwaan terhadap Direktur Keuangan PT The Master Steel (TMS) Diah Soemedi, Manajer Akuntansi PT TMS Effendy Komala dan Teddy Muliawan, kasus ini bermula pada Januari 2011.
Saat itu, Ditjen Pajak Kanwil Jakarta Timur melakukan pemeriksaan pajak tahun 2008 terhadap PT TMS. Pada pemeriksaan itu ditemukan bukti permulaan kesalahan pajak. Kesalahan itu berupa pelaporan pajak transaksi senilai Rp 1 triliun 3 miliar yang dicatatkan sebagai pinjaman dari warga negara Singapura Angel Sloh.
Padahal, menurut jaksa penuntut umum (JPU) KPK, dana tersebut bukan pinjaman, tetapi penerimaan. “Atas perbuatan itu, perusahaan milik Diah hanya membayar pajak dalam jumlah yang lebih sedikit,†tandas JPU Ahmad Burhanudin dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (30/7) lalu.
Pada Juni-Juli 2011, menurut JPU, Diah mengakui kesalahan tersebut dan membayar pajak terutang ditambah denda 150 persen sebesar Rp 165 miliar.
Namun, pihak PT TMS tidak bersedia memberikan keterangan atau data transaksi Rp 1,3 triliun tersebut, sehingga Kanwil Pajak Jaktim menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 2 April 2013 dengan nama tersangka Diah Soemedi, Istando Burhan dan Ngadiman.
Dalam tim penyidik perkara tersebut, tersangka Dian Irwan menjabat Ketua dan Eko Darmayanto sebagai anggota. Dian dan Eko sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari pihak yang disuap. Tapi, dua penyidik pajak itu belum memasuki tahap persidangan.
Diah, Effendy dan Teddy sama-sama didakwa JPU KPK memberi hadiah dan janji kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Tapi, menurut kuasa hukum PT TMS Dito Hananto, ini adalah kasus pemerasan. Bukan perkara suap. “Nanti kami akan menguji para saksi untuk membuktikan, ini pemerasan,†tandasnya.
Dito juga membantah bahwa pihaknya mengemplang pajak. Soalnya, PT TMS telah membayar pajak sebesar Rp 165 miliar. “Itu diakui dalam surat dakwaan KPK,†katanya seusai sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dia pun mengaku memperoleh informasi, penyidik pajak Eko diperintah atasannya untuk meminta Rp 200 miliar kepada PT TMS. Bahkan, kata Dito, Eko membuat testimoni tertulis kepada KPK dan Menteri Keuangan bahwa dia diperintah atasannya meminta Rp 200 miliar kepada PT TMS.
Dito juga meminta tersangka Eko dan tersangka Dian mengungkapkan, siapa yang memerintahkan mereka meminta Rp 200 miliar ke PT TMS.
“Kami mengimbau kepada Saudara Eko, Dian, keluarga mereka, pengacara mereka agar membuka, siapa yang memerintahkan permintaan Rp 200 miliar ke Master Steel itu,†ujarnya.
Dito mengaku kasihan kepada Eko dan Dian yang menurutnya, juga menjadi korban dalam kasus ini. “Mereka dijadikan korban oleh sindikat. Tidak mungkin Rp 200 miliar hanya mereka berdua. Ada orang lain yang terlibat. Kami mohon diungkap,†pintanya.
Ditanya siapa atasan Eko dan Dian yang memerintahkan meminta uang ke PT TMS, dia tidak mau menjawab. “Di dalam struktur perpajakan ada beberapa lapis. Saya tidak mau mendahului, saya harap Eko membukanya nanti,†elaknya.
Terdakwa Diah Soemedi, Effendy Komala dan Teddy Muliawan menjalani sidang pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (30/7) lalu. Tiga terdakwa ini dibagi dalam dua sidang. Sidang pertama untuk terdakwa Diah. Sidang kedua untuk terdakwa Effendy dan Teddy.
Suap Atau Pemerasan Tergantung Bukti Dan Para SaksiOtong Abdurrahman, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Otong Abdurrahman menyatakan, setiap informasi yang disampaikan saksi kasus suap penyidikan pajak PT The Master Steel (TMS) akan menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut.
Termasuk pengakuan konsultan pajak PT TMS Ruben Hutabarat yang mengaku dimintai uang Rp 150 miliar oleh penyidik Ditjen Pajak Kanwil Jakarta Timur M Dian Irwan dan Eko Darmayanto.
Kata Otong, pihak PT TMS boleh saja mengaku diperas, namun apakah bukti-bukti dan saksi-saksi lain mendukung pengakuan tersebut atau tidak.
“Saksi yang akan dihadirkan banyak. Tentu hakim akan menimbang setiap saksi dan memutus, ini kasus suap atau pemerasan,†tandasnya.
Menurut Otong, kasus ini bukan perkara pemerasan jika PT TMS mendapatkan keuntungan dari pemberian uang tersebut. Dia berharap, jaksa penuntut umum menghadirkan saksi-saksi lain yang bisa mengungkap bagaimana duduk perkara kasus ini. “Agar nanti bisa terungkap, apa motivasi pihak TMS maupun Eko dan Dian,†ujar politisi PKB ini.
Dia juga berharap, KPK segera melimpahkan berkas perkara dua tersangka lain, yakni penyidik pajak Eko dan Dian. Hal tersebut untuk menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain. Otong meminta KPK mampu membuktikan hal tersebut.
Otong menegaskan, jika memang ada dugaan keterlibatan pihak kejaksaan dalam kasus ini, maka jaksa KPK harus bisa mengungkapnya.
“Siapa pun yang melanggar hukum harus bisa mempertanggungjawabkan. Termasuk itu bila aparat penegak hukum,†tegasnya.
Tak Bisa Asal Tanda TanganBoyamin Saiman, Koordinator MAKIKoordinator LSM Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, pernyataan Kepala Kantor Wilayah Pajak Jakarta Timur Hario Damar dalam sidang kemarin sangat janggal.
Menurut Boyamin, seorang kepala seharusnya mengetahui tugas dan perkembangan pekerjaan anak buahnya. Termasuk tugas Eko Darmayanto dan M Dian Irwan yang ditunjuk sebagai penyidik kasus pajak PT The Master Steel (TMS).
“Aneh jika seorang pemimpin mengaku dibohongi anak buahnya karena tidak mengetahui apa yang dilakukan bawahannya itu,†kata dia.
Apalagi, lanjutnya, surat perintah penyidikan merupakan surat yang sangat penting karena menyangkut masalah hukum. Saat akan ditandatangani, seorang pimpinan harus mengetahui aspek-aspek hukum yang ada di dalamnya. Apakah sudah memenuhi unsur-unsur yang diperlukan atau tidak. “Tidak bisa asal tanda tangan tanpa dikaji dulu,†ucap Boyamin.
Dia juga menilai, Hario sebagai pimpinan di kantor pajak wilayah Jakarta Timur kurang tanggap saat mendapatkan laporan dari Ditjen Pajak bahwa Eko dan Dian melenceng dalam melakukan tugasnya.
“Harusnya ketika mendapatkan laporan bahwa Dian dan Eko melakukan penyimpangan, Hario segera menindaklanjuti laporan tersebut dan memanggil yang bersangkutan.â€
Tidak ada tindak lanjut dari laporan mengenai penyimpangan Dian dan Eko, menurut Boyamin, menimbulkan kesan bahwa Hario membiarkan bahkan merestui apa yang dilakukan anak buahnya.
Namun, kata Boyamin, publik harus menunggu perkembangan penyidikan untuk menyatakan apakah seseorang terlibat atau tidak dalam kasus ini. Pernyataan Hario pun akan dinilai majelis hakim.
“Setiap keterangan saksi akan jadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]