Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dihimbau segera membentuk Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di pemukiman tanah galian.
"Kasus ini hampir sama dengan kasus Tanah Merah di Jakarta Utara. Belum jelas siapa pemiliknya bisa diakui dua tiga pihak. Tanah Merah saja selesai, masak ini nggak," kata Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, William Yani saat dihubungi wartawan di Jakarta (Kamis, 18/7).
William berjanji akan berkomunikasi dengan Pemprop DKI untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Menurut William, walau ada permasalahan status kepemilikan tanah, Pemprop DKI tidak bisa menutup mata terhadap 500 Kepala Keluarga yang membutuhkan akses ke kebijakan kepemimpinan Joko Widodo-Basuki T Purnama. Misalnya, Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan sejumlah program lainnya.
Jika warga tak memiliki KTP sesuai domisili, kata William, warga tidak mampu mengakses sejumlah program pemerintah tersebut.
"Pemda DKI paling tidak membentuk RT dan RW untuk sementara, sampai terbentuknya RT dan RW yang baru," lanjutnya.
Bila tidak segere diurus, lanjut William, maka warga yang tinggal di Tanah Galian akan menjadi warga ilegal. Karena warga tidak bisa memiliki KTP sesuai domisili akibat luntang luntungnya penetapan RT dan RW. Padahal, menurutnya, warga akan dengan senang hati menjalankan kewajibannya bila tidak dipersulit mendapatkan akses tersebut.
"Warga juga dapat menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak sebagai warga negara, termasuk juga ditetapkan sebagai wajib pajak atas pajak bumi dan bangunan (PBB)," terangnya politisi PDI Perjuangan ini.
Warga Tanah Galian adalah sebutan bagi warga yang tinggal di tanah sengketa. Salah satu area yang mereka tempati adalah di Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur. Sejak bertahun-tahun area itu menjadi sengketa antara warga, TNI AU Halim Perdanakusuma juga mengklaim memiliki kepemilikan atas tanah tersebut. Karena belum memiliki RT dan RW resmi meski warga sudah mencoba memperjuangkannya ke Gubernur DKI dan Wali Kota Jakarta Timur.
[rsn]