Seluruh komponen bangsa diingatkan untuk senantiasa mengedepankan konsensus dasar dalam berdemokrasi. Rakyat perlu belajar dari kudeta Presiden Mesir Mohammad Morsy oleh militer, bahwa seorang pemimpin mestinya tidak mentang-mentang.
Meski terpilih secara demokratis dengan perolehan suara 52,49 persen, setelah menang Morsy lebih mementingkan partainya, bukan menjalankan agenda reformasi seperti janjinya dalam kampanye.
"Intinya kita harus merangkul semua kekuatan, golongan. Jangan mentang-mentang terpilih sebagai presiden, dia hanya mementingkan pihak partainya saja," ujar Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam, di Jakarta, Jumat (12/7).
Diakui Dipo Alam, dalam menjalankan pemerintahan koalisi tidak semudah seperti yang kini terjadi di Indonesia. Pada intinya, siapapun yang berkuasa, yang menginginkan perubahan, dia harus tetap mengedepankan konsensus dasar atau fundamental consensus. Selain itu, seorang pemimpin harus membuka ruang dialog guna memberi kesempatan bagi mereka yang ingin menyampaikan aspirasinya dengan tidak menyalahgunakan ruang dialog.
Dia menceritakan peristiwa yang terjadi saat Presiden SBY memberi kesempatan kepada 12 tokoh agama untuk berdialog, dimana kelompok yang menamakan diri dari lintas agama itu justru memanfaatkan kesempatan untuk melemparkan tudingan kebohongan terhadap pemerintah. Menanggapi pernyataan tokoh lintas agama itu, Dipo Alam saat itu menyebut para pemuka agama itu sebagai burung gagak hitam pemakan bangkai yang tampak seperti merpati berbulu putih.
"Jangan mentang-mentang sudah dibuka dialog atas nama demokrasi lalu mereka mengatasnamakan rakyat menuduh presiden berbohong," kata Dipo ketika itu.
Dipo Alam menyesalkan tindakan ke-12 tokoh agama itu yang secara terbuka menuduh Presiden telah melanggar konstitusi sehingga layak untuk dilengserkan. Sementara, katanya, pemberhentian presiden dan atau wakil presiden sesuai Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 hanya dimungkinkan jika ada pelanggaran hukum.
Menanggapi gerakan kelompok lintas agama yang mengatasnamakan agama masing-masing itu, Dipo balik menuding mereka sebagai bermuatan politis. Apalagi ketika mereka kemudian membentuk Badan Serikat Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Pembohongan Publik, yang merangkul para rektor dan mengajak mahasiswa untuk bergerak. Saat itu Di Tugu Proklamasi, Jakarta, Syafii Maarif menghasut rakyat untuk bergerak, dengan membaca apa yang disebutnya 'Surat Terbuka Kepada Rakyat', yang dibacakannya bersama beberapa tokoh lintas agama. Tapi, kata Dipo Alam, forum rektor, mahasiswa, ataupun rakyat tidak bergerak.
"Jangan mentang-mentang dialog dibuka mereka malah membuat deklarasi kebohongan. Mereka mengatasnamakan rakyat bahwa presiden berbohong," ungkap Dipo seperti disirakan
setkab.go.id.
Demikian juga, masih kata Dipo, kelompok militer yang menjatuhkan Presiden Mursi dengan mengultimatum pihak oposisi, dan mengatasnamakan rakyat melakukan kudeta. Dia mengatakan Indonesia lebih maju dari Mesir, perubahan melalui gerakan reformasi berlangsung dengan tetap berlandaskan pada konsensus dasar 4 pilar.
"(Kudeta militer Mesir) ini juga tidak dibenarkan. Dengan kekuatan militernya mentang-mentang, dan meng-impeach presiden, serta menghapus konstitusi," pungkas Dipo.
[dem]