Berita

ilustrasi, nelayan

On The Spot

Harga BBM Naik, Nelayan Oplos Solar Dengan Elpiji

Biaya Melaut Lebih Hemat Rp 9.000
SENIN, 08 JULI 2013 | 10:09 WIB

Puluhan perahu nelayan bersandar rapi di dermaga Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Semuanya terikat di patok-patok kayu
di tepi dermaga.

Para nelayan siap melaut. Berbagai perlengkapan menangkap ikan sudah dinaikkan ke perahu. Mulai dari jala, pancing, juga umpan. Saat matahari terbenam di ufuk timur, arah angin akan berubah. Tiupan angin dari darat ke laut memudahkan nelayan melaju cepat ke lepas pantai.


Usai memeriksa perlengkapan menjala ikan, Abdullah mengecek mesin diesel penggerak perahu. Sebuah tabung gas ukuran tiga kilogram ditempatkan tak jauh dari mesin diesel.

Tabung itu dibawa ke perahu bukan untuk memasak. Gas LPG itu untuk menghidupkan mesin diesel setelah dicampur dengan minyak solar.  Mesin diesel di perahu Abdullah sudah dipasangi converter kit untuk mencampur solar dengan gas LPG.  “Biar hemat, mumpung dikasih alat gratis,” kata Abdullah.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membagi-bagikan converter kit kepada para nelayan di Tanjung Jabung Barat, Jambi.  Lewat program LGV (Liquid Gas for Vehicle), Kementerian ingin menekan jumlah konsumsi BBM mesin diesel perahu nelayan.

Pemasangan converter kit ini untuk membantu nelayan menekan biaya melaut. Apalagi, harga minyak solar sudah  naik menjadi Rp 5.500 per liter dari sebelumnya Rp  4.500.  Jika nelayan hanya mengandalkan  solar untuk bahan bakar mesin diesel, biaya melaut akan ikut membengkak.

Abdullah menuturkan, pada awalnya banyak nelayan yang menolak converter kit dipasang di mesin diesel perahu. Mereka khawatir tabung gas meledak saat melaut.  Meski ragu, Abdullah memilih ingin mencoba cara baru itu. “Saya ikut aja pakai LPG, serahin ke Allah aja,” ujarnya pasrah.

Kini, Abdullah sudah merasakan hematnya menggunakan bahan bakar campuran itu. Sekali melaut dari sore sampai pagi, hanya menghabiskan dua liter solar dan dua tabung gas ukuran 9 kilogram.  Ia hanya merogoh Rp 35 ribu untuk bahan bakar.

Sebelum harga BBM naik, Abdullah hanya menggunakan solar untuk bahan bakar mesin diesel perahunya. Ia menghabiskan 8 liter solar setiap melaut. Solar dibeli eceran Rp 5.500 per liter. Untuk membeli solar, dia menghabiskan Rp 44 ribu. “Sekarang hemat 9.000,” ungkapnya.

Belum banyak nelayan di Kuala Tungkal yang menggunakan converter kit untuk menekan biaya BBM.  Abdullah pun mengajak rekan-rekannya sesama nelayan untuk menggunakan bahan campuran untuk mesin perahunya.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan dengan menggunakan alat converter kit, nelayan bisa menghemat biaya melaut. “Pakai gas aman. Nelayan tidak perlu khawatir kehabisan solar saat melaut. Jam kerja juga bisa lebih panjang,” katanya.

Susilo membeberkan tiga keuntungan menggunakan LGV. Pertama, penghasilan nelayan akan meningkat seiring menurunnya pengeluaran untuk konsumsi bahan bakar. Kedua, gas LPG lebih mudah didapat dibandingkan  solar. Ketiga, bahan bakar gas sudah teruji ramah lingkungan. “Nelayan jadi lebih sehat karena bahan bakar gas tidak mengeluarkan asap,” ucapnya.

Ia menjelaskan konversi minyak ke gas merupakan program pemerintah sejak lama. Tanjung Jabung Barat Jambi pun ditetapkan sebagai pilot project LGV untuk para nelayan.  Program ini kerja sama Kementerian ESDM dengan pemda setempat dan Petrochina.

Untuk tahap awal,  900 converter kit dibagi-bagikan di Tanjung Jabung Barat. “Tiga ratus dari kami, 200 dari Petro China, sisanya lagi akan dicarikan oleh pemda setempat,” kata Susilo.

Converter kit yang sudah dibagi-bagikan kepada nelayan di seluruh Indonesia sebanyak 1.477 unit. Akhir pekan lalu, Susilo meresmikan program LGV di Tanjung Jabung Barat bersama Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar dan Bupati Usman Ermulan.

Datangi Kantor SKK Migas, Bupati Jabung Minta Pasokan Tak Tersendat

Konversi BBM Ke BBG

Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi menjadi pilot project penggunaan LPG untuk nelayan. Proyek itu menjadi percontohan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Bahan Bakar Gas (BBG).

Tahun ini saja. Pemkab Tanjung Jabung menargetkan 900 nelayan akan terpasang converter kit sebagai alat elaborasi penggunaan solar dan gas.

“Saya sangat bangga kalau daerah kami dijadikan pilot project konversi dari BBM ke BBG. Ini adalah torehan sejarah, sehingga bisa mengubah pola kehidupan masyarakat yang lebih cerdas terutama dalam pemanfaatan bahan bakar untuk memperoleh energi,” papar Bupati Tanjung Jabung Barat Usman Ermulan.

Usman optimistis, daerahnya akan sukses memulai gerakan nasional konversi BBM ke BBG, khususnya untuk jenis solar. Dia mengatakan, sebelum pilot project dilaunching Sabtu kemarin, ada beberapa nelayan yang secara mandiri menggunakan BBG untuk bahan bakar perahunya.

Melalui program pembangunan kawasan terpadu mandiri energi, yang pengembangannya berada di kawasan sumber daya alam Tanjung Jabung Barat, program konversi BBM ke BBG nantinya juga akan digalakkan dibidang transportasi darat.

“Kami memohon dukungan dari pemerintah pusat khususnya Kementerian Energi Sumber dan Daya Mineral,  SKK Migas dan Provinsi Jambi agar bisa mewujudkan daerah ini sebagai lumbung gas untuk Provinsi Jambi,” tegas bekas anggota DPR ini.

Sebulan sebelumnya, Usman sempat mendatangi kantor Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), di Jakarta. Dia meminta, birokrasi tak mempersulit  perolehan gas untuk Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi yang kini tengah menggalakkan konversi BBM ke BBG.

“Hanya saya berpesan ke pemerintah, SKK Migas, untuk proaktif dalam mensosialisasikan ini, tidak terlalu berat birokrasi karena selama ini meminta gas begono-begini,” kata Usman.

Dia menjelaskan, Pemda Tanjung Barat saat ini memang tengah mencanangkan pengalihan konsumsi BBM ke BBG untuk 1.000 kendaraan perkebunan. Penggunaan BBG sebagai sumber bahan bakar diharapkan bisa menjadi solusi meringankan beban masyarakat atas kenaikan harga BBM bersubsidi. Pasalnya, harga gas lebih murah ketimbang BBM.

“Ini merupakan solusi kenaikan BBM, dan di kabupaten Tanjung Jabung Barat, dijadikan sentra energi terpadu, dimulai dari nelayan, perkebunan, dinas, umum, tentunya ditambah converter-nya,” pungkasnya.

Di Jambi Hanya Ada Dua SPBG


Provinsi Jambi mendukung konversi minyak ke gas untuk perahu nelayan. Namun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di daerah itu masih minim.

Kepala Bidang Migas Dinas ESDM Provinsi Jambi, Gamal Husin menyatakan, saat ini baru ada dua SPBG di Jambi. Keduanya berada di Kabupaten  Muara Bungo.

Menurut dia, setidaknya diperlukan minimal lima SPBG di dermaga-dermaga agar para nelayan mudah mengakses.“Ke Muara Bungo itu dari daerah pesisir 260 kilo (meter) atau tiga jam naik mobil,” papar Gamal.

Karena program Liquid Gas for Vehicle (LGV) untuk nelayan masih menggunakan tabung gas, kata Gamal, ESDM Jambi menyiasati penempatan pengecer gas Pertamina di dermaga-dermaga. Nantinya, pengelolaan penyalur tabung gas itu, akan dijadikan koperasi bagi nelayan. “Nah di koperasi itu juga nantinya jadi pangkalan nelayan untuk service LGV,” katanya, semangat.

Senada dengan Gamal, Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar juga mengatakan perlunya penambahan SPBG di Jambi sebagai penopang kebijakan konversi.
Jika SPBG tersebut sudah dibangun, lanjutnya, warga Jambi dapat dengan mudah memperoleh BBG. Pada akhirnya masyarakat bisa lebih irit dalam mengeluarkan biaya hidupnya.

“Saya mohon kepada Pak Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, agar provinsi Jambi ditambahkan infrastruktur dalam memenuhi kebutuhan gas, sehingga bisa memenuhi kebutuhan gas di rumah tangga dan nelayan. Harga kebutuhan gas harus sesuai dengan harga yang ekonomis,” ungkapnya.

Ditambahkannya, jika pemerintah bisa memberikan infrastruktur yang lebih bagus, dirinya menjamin kinerja provinsi Jambi akan semakin lebih maju lagi karena dampak positif terhadap perekonomian setempat.

“Pokoknya rencana ini kita dukung sekuat mungkin, sehingga rencana konversi dari BBM ke BBG agar bisa berjalan dengan baik. Dan bisa menjadi kota yang pertama dalam mensukseskan rencana konversi tersebut,” jelasnya.

“Kami akan kerahkan semua jajaran pejabat yang ada di pemerintah daerah jambi untuk mensosialisasikan rencana ini. Agar warga masyarakat bisa mengerti mengenai rencana yang telah dicanangkan pemerintah,” pungkasnya.

Motor Matic Juga Bisa Pakai Elpiji

Sepeda Motor matic bernomor polisi Z 6172 AW, tampil aneh di deretan sepeda motor yang diparkir di pelataran SMAN 1 Sumedang, Jawa Barat. Di antara sepeda motor milik para guru dan siswa, terselip sepeda motor milik guru Fisika, Cece Wawan (45), yang bagian belakangnya mengangkut tabung gas elpiji tiga kilogram berwarna melon.

Tak heran, ‘kuda besi’ guru yang tinggal di Blok 3 Perumahan Jatihurip, Desa Jatihurip, Kecamatan Sumedang Utara, kerap menjadi tontonan. “Motor saya memang harus membawa tabung gas elpiji, karena menjadi bahan bakar motor menggantikan premium,” kata Cece.

Guru fisika yang sudah mengajar sejak 1992, merakit sendiri konverter, supaya bahan bakar sepeda motor kesayangannya bisa dikonversi ke gas. “Idenya sudah setahun ingin menggunakan bahan bakar gas, tapi mulai serius mengutak-atik sekitar dua bulan lalu,” ujar bapak tiga anak.

Cece tidak sendirian melakukan uji coba dan membuat konverter. “Saya ditemani pemilik bengkel bernama Didin membuat konverter. Mempelajari pembuatan diambil dari internet,” ungkapnya.

Selama dua bulan, mereka mencoba membuat konverter, mulai memodifikasi karburator bekas, sampai membuat konverter dari pipa besi.

“Pembuatan pertama, motor bisa hidup ketika digas full, tapi tidak langsam. Kemudian diperbaiki lagi, dan gas bisa langsam, tapi saat digas motor malah mati,” tuturnya.

Percobaan terus dilakukan. Akhirnya, di pengujung Desember 2012, sepeda motor berbahan bakar gas bisa berjalan. “Sudah dua minggu motor ini bisa dipakai, dan jarak tempuh sudah 70 km, tapi tabung gas 3 kg belum sempat diganti. Saat percobaan sebelumnya, menghabiskan satu tabung gas,” urainya.

Biaya yang dihabiskan, sekitar Rp 200 ribu. Cece mengaku, dengan memakai bahan bakar gas, terasa lebih irit. “Kalau pakai premium, selama empat hari dipakai bolak-balik dari rumah ke sekolah, menghabiskan Rp 10 ribu untuk beli premium. Jarak rumah ke sekolah sekitar 4 km, atau bolak-balik 8 km,” urainya.

Menurut dia, konverter buatannya masih butuh pembenahan lagi, supaya modifikasi konversi ke bahan bakar gas bisa sempurna. “Suara motornya masih kasar, dan butuh saringan udara,” jelasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Anak Usaha Telkom Hadirkan DreadHaunt, Gim Bergenre Survival Horror

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:57

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

2 Jam 1 Meja

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:40

Dua Mantan Pegawai Waskita Karya Digarap Kejagung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:38

KPK Sita 7 Mobil dan Uang Rp1 Miliar usai Geledah 10 Rumah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:24

Bareskrim Bakal Bongkar Puluhan Artis dan Influencer Terlibat Promosi Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 00:42

Mudahkan Warga Urus Paspor, Imigration Lounge Kini Hadir di Mal Taman Anggrek

Rabu, 09 Oktober 2024 | 00:19

KPK Cekal 5 Tersangka Korupsi Pencairan Kredit Usaha Bank Jepara Artha

Selasa, 08 Oktober 2024 | 23:52

Polisi Tangkap Penyekap Bocah 12 Tahun Selama Seminggu di Kalideres

Selasa, 08 Oktober 2024 | 23:42

KPK Usut Dugaan Korupsi Pencairan Kredit Usaha BPR Bank Jepara Artha

Selasa, 08 Oktober 2024 | 22:52

Selengkapnya