Berita

Siti hardijanti rukmana/rmol

Mbak Tutut: Jangan Jatuhkan Presiden di Tengah Jalan

SABTU, 22 JUNI 2013 | 10:39 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Betapapun pahitnya keputusan pemerintah dan betapapun tidak kredibelnya sebuah pemerintahan di mata rakyat, jangan sekali-kali menjatuhkan presiden dan pemerintahannya di tengah jalan.

Pesan itu disampaikan Siti Hardijanti Rukmana yang biasa disapa Mbak Tutut atau Tutut Soeharto di kediamannya di Jalan Yusuf Adiwinata, Menteng, Jakarta Pusat, tadi malam (Jumat, 21/6).

"Menjatuhkan presiden dan pemerintahan di tengah jalan akan menjadi preseden yang tidak baik dan dapat mengganggu pembangunan bangsa. Bila tidak setuju, persiapkan diri dan program yang lebih baik untuk pemerintahan berikutnya," ujar mantan Menteri Sosial di Kabinet Pembangunan VII (1998) dalam perbincangan santai dengan Rakyat Merdeka Online di dapur rumahnya.


Tutut Soeharto yang mengenakan celana panjang hitam, baju batik hijau dan jilbab yang juga hijau mengatakan, menjatukan pemerintahan di tengah jalan bisa berakibat fatal, karena bukan tidak mungkin kelompok yang mengambil alih kekuasaan tidak lebih siap dan tidak lebih baik dari pemerintahan yang dijatuhkan itu.

"Kalau tidak siap, persoalan akan semakin besar, dan bisa berdampak lebih buruk," sambung putri sulung mantan Presiden Soeharto ini.

Tutut Soeharto juga menceritakan betapa ayahnya, Soeharto, tidak tertarik untuk mengambil alih kekuasaan dari Presiden Sukarno menyusul peristiwa pembunuhan enam perwira tinggi dan seorang perwira muda TNI AD pada dinihari 1 Oktober 1965.

"Pak Harto tidak pernah ingin menjadi presiden. Beliau selalu minta kepada Bung Karno agar mau kembali menjadi presiden. Tapi ketika itu Bung Karno sudah tidak mau," ujar Tutut Soeharto.

"Akhirnya Pak Harto bersedia menjadi pejabat presiden, dan baru menjadi presiden setelah dilantik MPRS," ujar Tutut Soeharto lagi.

Soeharto dilantik sebagai presiden kedua Republik Indonesia pada Sidang Umum MPRS tanggal 12 Maret 1967, setahun setelah ia mendapatkan mandat dari Presiden Sukarno untuk mengamankan dan menertibkan keadaan di seluruh negeri pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Setelah berkuasa selama tiga dasawarsa, Soeharto mengundurkan diri di Istana Negara pada 21 Mei 1998, hanya dua bulan setelah ia kembali terpilih sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR di bulan Maret tahun itu. [guh]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya