Berita

Patut Diduga Ada Kesepakatan Hitam SBY-ARB di Balik APBN-P 2013

SELASA, 18 JUNI 2013 | 14:14 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera menjelaskan soal alokasi Rp 155 miliar dalam APBN-P 2013 yang digunakan untuk membantu PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ).

"Tadinya saya menilai perbedaan pendapat di sidang-sidang DPR adalah hal wajar. Namun apa yang terjadi di sidang paripurna kemarin adalah kejahatan luar biasa yang dilakukan parpol-parpol Sekretariat Gabungan," ujar Ketua Umum Aliansi Rakyat Untuk Perubahan (ARUP), DR. Rizal Ramli, dalam pernyataan persnya, Selasa (18/6).

Rizal mengatakan, dengan menyepakati naiknya harga BBM, parpol-parpol telah mengkhianati rakyat yang hidupnya selama ini sudah sangat sulit. Padahal, banyak alternatif yang bisa dibahas untuk memperbaiki struktur penerimaan dan pengeluaran APBN tanpa perlu menyusahkan rakyat.


Lebih jauh lagi, calon presiden alternatif versi The President Centre ini menduga ada kesepakatan "hitam" antara SBY dengan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang juga bos besar Lapindo, terkait alokasi anggaran tersebut.

Golkar memanfaatkan kesulitan rakyat untuk menyelesaikan kasus yang melibatkan ketua umumnya. Perdebatan tentang APBN-P 2013 kemarin ternyata tidak murni sekadar perbedaan pendapat, tapi ditunggangi oleh kepentingan sempit parpol.

"Saya mau bertanya kepada ARB (Aburizal), apakah memanfaatkan uang negara untuk menyelesaikan masalah Lapindo akan menjadi model kepemimpinan Anda jika terpilih jadi presiden 20014? Sebagai kawan, saya ingatkan rakyat Indonesia tidak butuh pemimpin yang banyak masalah dan akhirnya menjadi beban rakyat dan bangsa ini. Indonesia  membutuhkan pemimpin yang bisa menjadi solusi bagi bangsa," ujar Rizal Ramli.

Pada sidang paripurna DPR kemarin, disepakati pengalokasian dana Rp 155 miliar untuk membantu korban semburan lumpur Lapindo. Anggaran ini tertuang dalam pasal 9 Rancangan APBN-P 2013.

Sejak enam bulan terakhir, Menko Perekonomian era Presiden  Abdurrahman Wahid ini berkali-kali menjelaskan bahwa pembahasan APBN-P selalu dijadikan alat untuk korupsi berjamaah. Perumusan APBN-P menunjukkan lemahnya kemampuan tim ekonomi presiden, khususnya Menteri Keuangan, dalam memprediksi dan mengantisipasi masalah fiskal.

Menurut dia, jika Menkeu punya kapasitas memadai, tidak diperlukan adanya pembahasan anggaran perubahan. APBN-P baru benar-benar dibutuhkan jika ada gejolak ekonomi yang luar biasa di tingkat regional atau global. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya