Berita

ilustrasi, Rehabilitasi Korban Narkoba

On The Spot

Dirawat Di Kamar Ber-AC Dilarang Bawa Handphone

Ngintip Tempat Rehabilitasi Korban Narkoba
SABTU, 15 JUNI 2013 | 08:14 WIB

Penny masih sibuk mengetik sejumlah informasi di komputer jinjing miliknya. Meski hari sudah beranjak malam, perempuan berusia tiga puluhan tahun itu tidak beranjak dari ruang kerjanya yang berada di lantai dua di Klinik Sejahtera Mitra Afia di Jalan Dewi Sartika Nomor 188, Cawang, Jakarta Timur.

Di dalam ruang kerjanya yang tidak begitu luas terdapat dua meja kerja, sebuah lemari dan sebuah filling cabinet. Bersama koleganya Ihsan, Penny bertugas menjaga pasien korban penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) yang dirawat dan menjalani proses detoksifikasi di klinik ini.

“Kami konselor di tempat ini,” ujar Penny. Sejak Mei 2013 mereka bertugas di klinik ini.

Menempati gedung berlantai empat, seluruh lantai dua dipakai untuk proses pengobatan dan rehabilitasi pemakai narkoba. Memasuki lobi klinik, terlihat sebuah tangga terdapat di bagian kanan depan gedung. Tangga ini menjadi akses naik ke lantai dua, tiga dan empat.

Menaiki tangga, di bagian sudut menuju lantai dua terdapat beberapa poster yang menjelaskan bahwa lokasi ini adalah ruangan untuk proses detoksifikasi pada para pecandu narkoba.

Satu set sofa diletakkan di bagian depan lantai dua, berhadapan dengan sebuah ruangan kecil yang berisi meja pingpong warna biru. Beberapa informasi di tempelkan pada papan pengumuman yang berada dekat dengan sofa.

Sebuah ruangan berada di sebelah ruang ping-pong. Ruangan ini adalah tempat para petugas dan konselor dan petugas klinik yang mengurusi pasien pecandu narkoba yang dirawat inap.

Bersebelahan dengan ruang konselor, sebuah kamar berukuran sedang, dilengkapi dengan tempat tidur, meja dan sebuah lemari besi kecil terlihat terbuka. “Ini adalah kamar tidur untuk pasien perempuan,” jelas Ihsan.

Kamar tidur ini juga dilengkapi dengan pendingin ruangan yang cukup mewah. Sebuah spanduk besar ditempel di dinding kamar.

Ke arah ujung, di sebelah kamar tidur pasien perempuan, terdapat kamar mandi dan ruang shalat. Bersebelahan dengan ruang sholat, disediakan ruang bersantai yang dilengkapi dengan meja kursi dan televisi. Di sini juga terlihat kasur besar yang bisa dipergunakan untuk beristirahat sembari menonton televisi.

Persis di sebelah kiri ruangan ini ada dapur, ruang makan, dan sederet kamar tidur mirip barak yang dilengkapi dengan kasur dan lemari serta dilengkapi pendingin ruangan. “Yang itu untuk kamar tidur pasien laki-laki,” ujar Ihsan.

Dua pasien detoksifikasi terlihat sedang santai menikmati kebulan asap rokok sembari menonton televisi. Pasien perempuan yang mengaku bernama Elsa asyik mengobrol dengan Daniel, yang juga sedang menjalani detoksifikasi di klinik ini.

Dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, Elsa warga Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu mengaku sudah muak mengkonsumsi narkoba. Ia terjerumus jadi pemakai barang haram itu sejak di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Tangannya dipenuhi bintik-bintik hitam bekas jarum suntik. Mengenakan kemeja warna gelap lengan pendek, Elsa sesekali menghembuskan asap dari rokok yang dihisapnya.

“Saya benar-benar sudah niat harus terbebas dari laknat narkoba ini. Kasihan nyokap gue yang selalu gue bikin susah karena narkoba ini. Saya udah eneg mengkonsumsi barang haram itu,” ujar Elsa santai.

Perempuan berusia 30 tahun ini menceritakan, sudah berkali-kali dia dibawa ibunya berobat ke sejumlah dokter dan tempat-tempat rehabilitasi. Namun tak juga sembuh dari ketergantungan narkoba.

“Uang habis, badan habis, bikin susah saja. Saya benar-benar sudah niat mau lepas. Memang, pengobatan seperti apapun jika niat tidak ada, ya tetap saja balik-balik lagi,” ujar Elsa yang mengaku semua jenis penyembuhan terutama harus dilandasi niat untuk bebas dari narkoba dulu yang terpenting.

Perempuan yang masih melajang ini sebelumnya memiliki usaha bersama orang tuanya. Ibunya tak jemu-jemu mencari pengobatan agar Elsa bebas dari narkoba. “Nyokap gue paling kenal watak dan pribadi gue,” ucapnya.

Elsa sendiri baru tiga hari masuk ke klinik ini. Selama seminggu ke depan, dia akan menjalani detoksifikasi. “Rencana tanggal 20 Juni nanti saya pulang,” ujarnya.

Elsa mengaku, dirinya masih harus menahan sakit kalau sedang kepingin mengkonsumsi narkoba. “Ya namanya baru masuk di sini, keinginan itu (memakai narkoba) sering muncul. Saya tahan saja,” ujarnya.

Di tempat ini, lanjut dia, para petugasnya cekatan dan lebih manusiawi memperlakukan dia sebagai korban kecanduan narkoba. Selain ada dokter rutin yang tiap hari memeriksa kondisinya, Elsa juga mendapat obat detoksifikasi untuk membantu pemulihan.  “Dikasih obat“ramadon, terus ada obat racikan sendiri juga, juga ada obat tidur penenang,” ujarnya.

Elsa mengaku sejak dirawat di klinik ini kondisinya membaik. Di klinik ini dia merasa seperti berada di rumah sendiri. Memang selama menjadi detoksifikasi, dia tidak diperbolehkan pulang ke rumah. “Paling jauh ya kalau mau merokok ya ke halaman depan klinik. Tidak bisa ke mana-mana. Yang pastinya, saya merasa diperhatikan di sini,” ujarnya.

Tidak jauh berbeda dengan Elsa, Daniel juga merasa lebih nyaman di klinik ini. Pria yang juga juga mengkonsumsi narkoba sejak masa SMA itu bertekad untuk bersih dari narkoba. “Saya baru dua hari di sini,” ketika ditemui Rabu lalu.

Pria berusia 29 tahun yang orang tuanya tinggal di Lippo Karawaci itu dulu bekerja di sebuah perusahaan optik. “Saya benar-benar sudah eneg juga. Dan saya sudah memikirkan ke depan, kehidupan lebih baik. Ini sudah saya niatin, sudah benar-benar harus berhenti pakai narkoba. Saya berencana menikah tahun ini,” ujar pria berkacamata yang mengaku akan pulang tanggal 18 Juni 2013 nanti.

Tahun lalu, lanjut Daniel, dirinya pernah direhabilitas di suatu tempat di Sukabumi, Jawa Barat. “Selama setahun saya di sana. Tapi memang niat belum mau waktu itu ya balik lagi. Sekarang saya benar-benar sudah harus tinggalkan itu semua,” jawabnya.

Di klinik ini, lanjut Daniel, mereka tidak dipaksa untuk harus mengikuti program detoksifikasi. “Di sini kan tidak ada pemaksaan. Siapa yang niat saja. Kalau mau pulang ya dipersilakan pulang saja, tetapi tidak akan diterima lagi bila mau detoksifikasi. Sebab sudah dikasih kesempatan tapi tidak dipergunakan betul,” jelasnya.

Selama proses detoksifikasi, pihak keluarga boleh membesuk. Namun Daniel sendiri tidak terlalu sreg bila sering-sering dikunjungi kalau belum selesai proses pengobatan. “Di sini gratis. Dan memang tidak diperbolehkan mempergunakan alat-alat komunikasi, dan harus ikuti aturan di sini. Makan cukup baik di sini. Semoga saya bisa lepas dari kecanduan narkoba,” harapnya.

Rehabilitasi pecandu narkoba gratis ini merupakan program Badan Narkotika Nasional Republik. “Resminya sejak  6 Mei 2013. Jika selama proses detoksifikasi sudah ada kemajuan, maka pasien akan dilanjutkan ke proses rehabilitasi di klinik-klinik yang bekerja sama dengan BNN,” jelas Penny.

Detoksifikasi dilakukan selama lebih kurang dua puluh hari dengan rawat inap, tergantung hasil penilaian. Dalam merehabilitasi para pecandu, dipilih konselor yang berpengalaman di bidangnya. Mereka menggunakan pendekatan simplomatik dan empatik.

“Kalau kondisi pasien sudah dirasa maksimal di sini ya bisa pindah. Tidak mesti dua puluh hari, ada yang seminggu saja sudah bisa langsung lanjut ke tahap rehabilitasi,” jelas Penny.

MA Perintahkan Pecandu Diobati


Menyambut HUT Bhayangkara ke-67 yang jatuh 1 Juli 2013, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menggelar program rehabilitasi dan detoksifikasi gratis bagi para pecandu narkoba.

Kegiatan ini juga dalam memperingati Hari Anti Narkotika pada 26 Juni mendatang. Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk membantu para korban dari jerat narkoba.

Kepala Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, para pecandu narkoba yang mau berhenti mengonsumsi barang haram itu bisa melapor untuk mengikuti program tersebut.

“Mereka dapat mendaftar di Satuan Narkoba Polres di lima wilayah atau di Polda atau di BNN, untuk diarahkan dan ikut program rehabilitasi yang dikelola oleh BNN. Dan tanpa dipungut biaya atau gratis,” kata Rikwanto. Pendaftaran juga bisa dilakukan di kantor kepolisian sektor (polsek) terdekat.

Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat BNN, Budyo Prasetyo, menjelaskan setelah mendaftar di Polsek atau Polres terdekat se-Jakarta, para pencandu akan diperiksa secara klinis. Pemeriksaan ini untuk memastikan apakah dia memiliki penyakit lain atau tidak. “Setelah itu mereka mendapatkan perawatan detoksifikasi,” katanya

Budyo menuturkan, para pecandu itu tidak harus mondok di tempat rehabilitasi, jika hasil diagnosis dokter memperbolehkan mereka hanya dirawat jalan. “Ini berlaku untuk pecandu yang dalam kondisi adiktif rendah,” kata Budyo.

Namun jika adiktif dinilai tinggi, kata Budyo, mau tidak mau pecandu menjalani pengobatan dengan menginap di beberapa pusat rehabilitasi yang dipersiapkan BNN. “Dan ini gratis,” kata Budyo.

Untuk pecandu yang ingin sembuh dan lapor diri ini, kata Budi, mereka diminta hanya membawa fotokopi KTP sebagai bukti warga negara Indonesia (WNI). “Serta bersedia mengikuti rehabilitasi lanjutan setelah program detoksifikasi usai, dan bersedia menaati peraturan,” kata Budyo.

Budyo berharap para pecandu tidak perlu ragu lagi untuk mendaftar demi kesembuhan mereka sendiri. Hal ini, katanya, adalah murni kepentingan klinis, kareba pecandu punya hak sembuh. “Ini hak asasi manusia juga,” kata Budyo.

Budyo mengatakan, permasalahan narkoba tidak bisa selesai hanya dengan melakukan pemberantasan jika kebutuhan permintaan narkoba berupa keberadaan para pecandu tidak diatasi. Pengedar ada di sisi supply, pecandu di sisi demand. “Keduanya harus seimbang jika ingin berhasil,” ujar Budyo.

Menurut Budyo, saat ini posisi pecandu tidak sama dengan pengedar. Pecandu merupakan korban dari pengedaran jual beli narkoba. Untuk itu, perlu ada penanganan khusus berupa rehabilitasi seperti program ini.

Mahkamah Agung (MA) mendukung upaya rehabilitasi terhadap para korban narkoba. Lewat Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2011, MA meminta hakim mengeluarkan penetapan agar pecandu yang terbukti melakukan tindak pidana narkotika menjalani rehabilitasi medis dan sosial.

Dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua MA Harifin Tumpa itu juga disebutkan, hakim bisa mengeluarkan penetapan rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang masih menjalani proses peradilan. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya