Berita

ilustrasi

On The Spot

Duh, Warga Dibiarkan Antre Berdesak-desakan

Loket Pelayanan Akta Kelahiran Hanya Dibuka Satu
JUMAT, 07 JUNI 2013 | 09:05 WIB

Panggilan dari pengeras suara masih membahana di dalam ruangan sempit itu. Ratusan kepala berjubel di dalamnya. Seorang petugas dari dalam loket berkali-kali memanggil nama seorang perempuan. Seorang ibu separuh baya bersusah payah menerobos kerumunan orang untuk mencapai mulut loket. 

Hingga menjelang sore, kerumunan orang, pria-wanita, tua-muda bahkan anak-anak tak kunjung surut di lantai 14 Gedung D Kantor Walikota Jakarta Timur itu. Loket pelayanan kependudukan dan catatan sipil dibuka di lantai ini.

Nurhadi berdiri mengantre berjam-jam. Tubuh pria berkulit gelap itu dipenuhi peluh. Tangannya memegang dua nomor urut. Ia  sudah mengantre sejak pagi.
 
“Sudah hari kedua ini saya datang mengurus catatan sipil ke sini. Kemarin, katanya masih ada berkas yang kurang dan saya disuruh datang lagi hari ini,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, Rabu lalu (4/6)

Nurhadi sampai bolos kerja karena bolak-balik mengurus akte lahir anaknya. Ia agak kecewa dengan pelayanan di loket itu. Jika tahu antre berjam-jam, ia akan mengurus di kelurahan saja. “Saya pun tidak akan repot mengeluarkan uang lima ribu rupiah jika formulir itu harus dibeli di kelurahan. Daripada begini, mending ke kelurahan saja,” ujarnya sedikit kesal.

Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembuatan akte lahir catatan sipil yang sudah lewat setahun tidak harus lewat pengadilan, warga terus membludak mengurus di loket ini. Loket pelayanan kependudukan dan catatan sipil di sini terlihat tak siap mengantisipasi membludaknya warga datang untuk mengurus akte kelahiran.

Ruang tunggu yang tidak memadai, membuat warga yang datang memilih antre di lorong luar, dekat toilet. Di lorong ini dipenuhi orang. Namun masih bisa dilalui orang. Seorang anak terlihat tidur di pangkuan kedua kaki orangtuanya.

Hanya ada satu loket yang melayani semua dokumen kependudukan dan catatan sipil. Tak sebanding dengan jumlah warga yang datang untuk mendapat pelayanan. Tak ada tempat khusus untuk mengisi formulir yang disediakan petugas.

Bahkan, warga berebutan untuk memperoleh formulir. Seorang petugas yang membawa tumpukan formulir keluar dari dalam loket, langsung diserbu warga.

Kepala Seksi Catatan Sipil Jakarta Timur Relvi Sihotang menjelaskan, sejak awal pihaknya berupaya memberikan informasi kepada masyarakat atas pola pengurusan baru akte lahir pasca putusan MK itu.”Ada pemberitahuan, ada pengumuman juga yang ditempel di dinding. Kami jelaskan juga, agar mereka tidak berjubel-jubel datang ke sini,” ujarnya.

Menurut Relvi, pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) pun sudah menjelaskan, untuk akte catatan sipil anak usia 1 bulan hingga 1 tahun bisa diurus di masing-masing kantor kecamatan tempat warga berdomisili.

“Tetapi menurut warga, penjelasan dari pihak kelurahannya yang membuat mereka khawatir. Katanya, kepengurusan akte akan habis waktunya hingga tanggal 30 Juni. Padahal tidak begitu, selalu kita buka,” ujar Relvi.

Ia menyayangkan informasi simpang siur yang diberikan kepada warga. “Warga dibilang akan ada pemutihan. Padahal tidak ada itu. Kondisi ini yang membuat mereka berduyun-duyun datang ke tempat ini,” ujarnya.

Akibatnya, loket pelayanan di sini pun kewalahan melayani ratusan orang. Menurut dia, warga yang datang ke kantornya untuk mengurus akte catatan sipil bisa mencapai 150 orang hingga 200 orang.

“Petugas kan harus terlebih dahulu melakukan koreksi terhadap semua berkas permohonan yang masuk. Jika sudah lengkap ya langsung dibereskan. Jika belum lengkap ya diminta untuk melengkapinya terlebih dahulu,” ujarnya.

Relvi mengaku, loket yang dibuka tak memadai. Namun hanya loket ini yang bisa disediakan. Untuk membuka loket baru, misalnya di lantai dasar gedung yang masih kosong, perlu izin dari wali kota. “Tidak bisa seenaknya kami main pindah begitu,” jelasnya.

Menurut dia, ketika masih berkantor di kawasan Rawamangun, loket pelayanannya cukup luas. Warga tak sampai berdesak-desakan. “Sekarang itu hanya dijadikan tempat arsip dan juga penitipan kendaraan dinas,” katanya.

Sejauh ini, kata Relvi, belum ada perintah mengubah pola pelayanan maupun menambah personel untuk melayani warga yang datang mengurus berbagai dokumen kependudukan dan catatan sipil.

“Dikatakan harus pelayanan satu atap dan disatukan, ya semua di sini.”

UU Minduk Digugat Lagi

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama 7 yayasan mengajukan uji materi UU Administrasi Kependudukan (Minduk) ke MAhkamah Konstitusi (MK). KPAI menggugat peran negara yang tak aktif dalam mendata kelahiran penduduk.

Dalam argumentasinya, penggugat menyatakan negara hanya bersifat pasif dalam menjaring informasi mengenai kelahiran penduduk. Warga negara yang dituntut aktif melaporkannya ke negara.

“Negara kan sudah punya kaki tangan sampai ke tingkat RT atau RW di setiap pelosok daerah. Itu bisa dipergunakan untuk mencari informasi adanya kelahiran. Jadi kewajiban negara untuk aktif mencari dan masyarakat melaporkan bisa tersambung,” kata Apong Herlina, kuasa hukum KPAI.

“Jika negara tidak aktif, warga yang tinggal di pelosok akan sulit melapor adanya kelahiran, karena keterbatasan akses dan biaya yang mahal,” ujarnya. Oleh karena itu, KPAI meminta ketentuan Pasal 12 UU Administrasi Kependudukan dihapus.

KPAI juga meminta agar WNI yang berada di luar negeri perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. WNI yang tinggal di luar negeri pun dibebankan kewajiban untuk melaporkan kelahiran anak. Pelaporan ini butuh biaya tak sedikit.

Apong menilai, negara sebenarnya mampu mencatat informasi kelahiran tanpa warga yang harus lebih dulu melaporkan. “Jadi kalau negara aktif, warga yang di pelosok dan yang di luar negeri terlindungi, dan negara bisa mengeluarkan dana untuk hal itu,” ujar Apong.

Atas permohonan ini, MK menilai negara memang membutuhkan informasi tentang kelahiran terlebih dahulu untuk pembuatan akta kelahiran. Laporan informasi kelahiran juga dinilai sebagai hak dari warga negara.

“Negara itu memang membutuhkan informasi tentang kelahiran yang berawal dari laporan masyarakat. Tanpa adanya informasi masyarakat, tidak akan ada pemenuhan hak warga oleh negara,” kata hakim konstitusi Achmad Sodiki.

Sebelum masuk ke uji materi, Sodiki meminta KPAI memperbaiki kalimat “pemerintah harus aktif menjaring informasi kelahiran dalam permohonannya”. Hal ini dikarenakan laporan kelahiran menjadi hak warga negaranya. “Kalau si pemilik hak diam saja, maka negara tidak tahu. Saya tidak ingin membantah argumen saudara, tapi argumen ini tidak meyakinkan,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya